Dahulu kala hiduplah seorang wanita buta
yang berasal dari bergas, dia adalah orang yang sangat sakti, namun dia belum
memiliki pendamping. Karena mungkin tidak ada yang mau menikah dengannya.
Suatu saat di gunung munggut yang terletak
di Pringapus (dulu belum dinamai) terjadi pertarungan antara
Basarudin dan adiknya yang jahat, adiknya itu walaupun dibunuh untuk kesekian
kali, dia tidak bisa mati. Sekalipun dia telah di mutilasi, dalam hitungan
detik tubuhnya akan dapat bersatu kembali. Hanya satu orang yang dapat membunuh
dia, yaitu Nyai buta dari Bergas.
Suatu hari orang Pringapus, mengadakan
sayembara, siapa yang bisa membunuh adik Basarudin, dia akan mendapatkan
hadiah, apapun yang dia inginkan. Ada salah satu warga yang pergi ke Bergas dan
meminta bantuan kepada Nyai buta, untuk membunuh adik Basarudin itu. Nyai itu
setuju, tapi dengan meminta sebuah syarat.
Dia berkata,
“ya, saya mau mengalahkan adik Basarudin
itu, namun dengan satu syarat, yaitu kamu harus mencarikan Kiai Putih, untuk
menjadi suamiku”,
“ya, baiklah permintaanmu itu akan aku
kabulkan, namun kalahkan dulu adik Basarudin itu.” Jawab seorang
warga itu.
Keesokan harinya, Nyai itu berangkat dan
melewati desa- desa dengan ditopang sebuah tandu, yang di angkat oleh para
prajuritnya, dan dialah yang memberi nama desa- desa yang belum punya nama,
ataupun sudah. Dia selalu mengatakan
“Rejone jaman, deso kene jenengane….”,
yang artinya
“suatu saat nanti desa ini akan
bernama….”
Suatu saat dia melewati sebuah desa yang
disitu ada “Kendhi Kawak” atau “Kendhi Tua”, dia mengatakan bahwa,
“Rejone jaman, deso kene jenengane
Diwak, amarga ning kene ono kendi kawak”,
yang artinya,
“suatu saat nanti desa ini akan bernama
Diwak, karena disini ada sebuah kendi tua.” Selanjutnya
dia melewati sebuah desa yang disitu tumbuh dua pohon jati yang berdiri
berdampingan, kemudian dia mengatakan bahwa,
“Rejone jaman, deso kene jenengane Jati
Jajar, amarga ning kene urip wit jati loro jejer”,
yang artinya
“suatu saat nanti desa ini akan bernama
Jati Jajar, karena disini tumbuhlah dua pohon jati yang berdiri
berjajar”.
Sesampainya di sebuah desa yang bernama
kemiren yang artinya itu derekan, warganya merasa aneh dan lucu, bahwa ada
orang yang dalam perjalanan ditopangkan diatas tandu.
3
Kemudian semua warga yang berdiam di desa
kemiren itu mengikuti orang yang dianggapnya aneh tadi. Mereka mengikuti
kemanapun Nyai itu pergi. Pergi untuk mengalahkan adik Basarudin
yang jahat. Kemudian Nyai itu bertanya kepada salah satu warga ,
“Pak, mriki nami desonipun napa?.”
Artinya, “Pak disini nama desanya
apa?”
“Desa mriki asmanipun desa Kemiren”
Artinya,“Desa disini bernama Kemiren”
“oo, nggih pantes…”
Artinya, “oo, ya pantes…”
Kemudian Nyai itu mengatakan sekali lagi:
“Rejone jaman, deso kene jenengane
Derekan supaya luwih, jelas. Derekan amarga wargane melunan.”
Artinya: “Suatu saat nanti desa disini
bernama Derekan supaya lebih jelas. Derekan karena warganya, suka ngikut.”
Akhirnya Nyai itu menamai desa Kemiren
dengan sebutan “Derekan”, karena semua penduduknya berbondong- bondong
mengikuti Nyai itu.
Kemudian, nyai itu melanjutkan
perjalanannya, menuju ke tempat tujuannya, yaitu gunung munggut. Sesampainya
disana Nyai itu bertemu dengan Basarudin dan adiknya, kemudian pertarunganpun
dimulai, adik Basarudin lawan Nyai Buta. Pertarunganpun dimulai, mereka saling
menyerang. Tak berapa lama, Nyai itu berhasil mengalahkan adik Basarudin, agar
adik Basarudin itu tidak dapat hidup kembali, maka harus dipisahkan dengan 2
sungai. Setelah pertarungan selesai Nyai itu menagih janji warga yang meminta
bantuan kepadanya tadi.
“Baik sekarang pertarungan sudah usai,
maka aku minta janjimu, mana janjimu, yang akan memberiku hadiah Kiai putih?.”
“Nyai, aku hanya membohongimu, jika akan
memberimu hadiah Kiai Putih.”
Namun ternyata Nyai itu hanya dibohongi,
karena Kiai Putih sangatlah mencintai istrinya yaitu Nyai Putih. Kiai Putihpun
telah melarikan diri ke Nyatnyono, untuk menghindari Nyai Buta itu. Kemudian
Nyai yang Buta itu mengatakan bahwa,
“Rejone jaman, deso kene jenengane
Pringapus, amarga wonge senenge ngapusi”
Artinya, “Suatu saat nanti, desa
ini akan bernama Pringapus, karena warganya suka berbohong.”
Dan sekarang desa tersebut bernama desa Pringapus yang menjadi pusat Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang.