PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Dosen Pengampu: Widayati
Lestari, M.Psi
Disusun
Oleh :
1. Ainun Nisa Pujiastuti (23010150134)
2. Ahmad Faqihuddin Siroj (23010150138)
3. Laelah Nur Fadlilah (23010150184)
4. Lilik Yulia Tri
Pamungkas (23010150186)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah, atas limpahan rahmat,
hidayah, taufiq, serta inayah-Nya makalah ini dapat terselesaikan. Shalawat
serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam yang telah membimbing kita menuju jalan yang diridhai-Nya. Terimakasih
kepada Ibu Widayati
Lestari, M.Psi, selaku pembimbing mata kuliah Pendidikan
Anak Berkebutuhan Khusus yang telah
membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah yang berjudul Perkembangan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Dalam pembuatan makalah ini penulis
telah berusaha semaksimal mungkin agar dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Semoga
makalah ini bisa bermanfaat dan penulis mengharapkan masukan, kritik dan saran
dari para pembaca. Karena penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna.
Salatiga, 27 September 2017
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan
merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan
hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban untuk
memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap setiap warganya
tanpa terkecuali termasuk mereka yang meiliki berbedaan dalam kemampuan
(difabel) seperti yang tertuang pada UUD 1945 pasal 31 (1). Namun sayangnya
sistem pendidikan di Indonesia belum mengakomodasi keberagaman, sehingga
munculnya segmentasi lembaga pendidikan yang berdasar pada perbedaan agama,
etnis, dan bahkan perbedaan kemampuan baik fisik maupun mental yang dimiliki
oleh siswa.
Selama itu
anak-anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel) disediakan fasilitas
pendidikan khusus disesuaikan derajat dan jenis difabelnya yang disebut Sekolah
Luar Biasa (SLB). Secara tidak sadar sistem pendidikan SLB telah membangun
tembok eksklusifisme bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus. Tembok
eksklusifisme tersebut selama ini tidak disadari telah menghambat proses saling
mengenal antara anak-anak difabel dengan anak-anak non-difabel. Akibatnya dalam
interaksi sosial di masyarakat kelompok difabel menjadi komunitas yang
teralienasi dari dinamika sosial di masyarakat. Masyarakat menjadi tidak akrab
dengan kehidupan kelompok difabel. Sedangkan kelompok difabel sendiri merasa
keberadaannya menjadi bagian yang integral dari kehidupan masyarakat di
sekitarnya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian anak berkebutuhan khusus?
2.
Bagaimana sejarah pendidikan ABK?
3.
Bagaimana
sejarah perkembangan pendidikan ABK?
4.
Bagaimana
sistem pendidikan anak berkebutuhan khusus di Indonesia?
5.
Bagaimana sistem pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus?
C.
Tujuan Masalah
1. Mengetahui apa
pengertian anak berkebutuhan khusus
2. Mengetahui
bagaimana sejarah pendidikan ABK
3. Mengetahui bagaimana sejarah perkembangan
pendidikan ABK
4. Mengetahui bagaimana sistem pendidikan anak
berkebutuhan khusus di Indonesia
5. Mengetahui bagaimana
sistem pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus (special needs children)dapat
diarttikan sebagai anak yang lambat (slow) atau mengalami gangguan. Anak
berkebutuhan khusus juga dapat diartikan sebagai anak yang
mengalami gangguan fisik, mental, intelegensi dan emosi sehingga membutuhan
pembelajaran khusus.[1]
Anak dianggap berbeda dengan anak-anak normal. Berkebutuhan khusus
dianggap sosok yang tidak berdaya dan tidak bisa apa-apa sehingga perlu dibantu
dan dikasihani. Pandangan ini tidak sepenuhnya benar. Banyak istilah yang
dipergunkan sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti disability,
impairment dan handicap.[2]
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang indranya memiliki
kelainan yang sedemikian sehingga untuk mengembangkan secara maksimum
kemampuannya membutuhkan PLB (Pendidikan Luar Biasa) atau layanan yang
berhubungan dengan dengan PLB (Pendidikan Luar Biasa). Mereka memiliki hak yang
sama dengan anak-anak normal lainnya untuk tumbuh dan berkembang ditengah
lingkungan keluarga, maka SLB harus dikemas dan dirancang sedemikian rupa
sehingga program dan layanannya dengan ABK.[3]
B.
Sejarah
Pendidikan ABK
Pendidikan
khusus tumbuh dari satu kesadaran awal bahwa beberapa anak membutuhkan sejenis
pendidikan yang berbeda dari pendidikan tipikal atau biasa agar dapat mencapai
potensi mereka. Akar dari kesadaran ini dapat ditelusuri di Eropa pada tahun
1700-an ketika para pionir tertentu mulai membuat upaya-upaya terpisah untuk
pendidikan anak berkebutuhan khusus.
Salah
satu upaya tersebut dengan mendirikan lembaga-lembaga residensial yang
didirikan di Amerika Serikat untuk mengajar penyandang cacat terbanyak di awal
1800-an. Hal ini membuat Amerika Serikat menjadi negara yang memimpin
negara-negara lain dalam pengembangan pendidikan khusus di seluruh dunia.
Pengenalan yang perlahan-lahan terhadap pendidikan khusus sebagai sebuah
profesi yang membutuhkan keahlian telah merangsang perkembangan bidang ini.
Sehingga organisasi-organisasi profesi dan kelompok-kelompok pendukung mulai
didirikan dan menjadi kekuatan yang dahsyat di belakang banyaknya perubahan
yang mengakar dan memberikan kekuatan munculnya layanan-layanan pendidikan khusus.
Setiap
negarapun mulai menyediakan jenis layanan yang berbeda dengan Negara lainnya
yang didasarkan pada sumber daya keuangan Negara bersangkutan. Pengadaan
pendidikan khusus ini akan terus menarik perhatian dari para pembuat kebijakan,
orang tua, pendidik, kelompok-kelompok pendukung akan terus berupaya
mandapatkan mandate guna menjamin terlaksananya pengadaan tersebut.
Dewasa
ini, peran lembaga pendidikan sangat menunjang tumbuh kembang dalam mengolah
system maupun cara bergaul dengan orang lain. Selain itu lembaga pendidikan
tidak hanya sebatas wahana untuk system bekal ilmu pengetahuan, namun juga
sebagai lembaga yang dapat member skill atau bekal untuk hidup yang nanti
diharapkan dapat bermanfaat dalam masyarakat.
Sementara
itu, lembaga pendidikan tidak hanya ditunjukkan kepada ank yang memiliki
kelengkapan fisik saja, tapi juga anak-anak keterbelakangan mental. Pada
dasarnya pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus sama dengan pendidikan
anak-anak pada umumnya.
C.
Sejarah
Perkembangan Pendidikan ABK
Para
ahli sejarah pendidikan biasanya menggambarkan mulainya pendidikan luar biasa
pada akhir abad ke 18 atau awal abad ke-19. Di Indonesia di mulai ketika
Belanda masuk ke Indonesia (1596-1942), dimana dengan memperkenalkan system
persekolahan dengan orientasi barat, untuk pendidikan bagi anak penyandang
cacat dibuka lembaga-lembaga khusus. Lembaga pertama untuk anak tunanetra,
tunagrahita tahun 1927 dan untuk tunarungu tahun 1930 yang ketiganya terletak
di Kota Bandung.
Tujuh
tahun setelah proklamasi kemerdekaan, pemerintah RI mengundang-undangkan
tentang pendidikan. Undang-undang tersebut menyebutkan pendidikan dan
pengajaran luar biasa diberikan dengan khusus untuk mereka yang membutuhkan
(pasal 6 ayat 2) dan untuk itu anak-anak tersebut berhak dan diwajibkan belajar
di sekolah sedikitnya 6 tahun (pasal 8). Dengan ini dapat dinyatakan berlakunya
undang-undang tersebut maka sekolah-sekolah baru yang khusus bagi anak-anak
penyandang cacat, termasuk untuk anak tunadaksa dan tunalaras yang disebut
dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Berdasarkan urutan berdirinya SLB pertama
untuk masing-masing kategori kecacatan SLB dikelompokkan menjadi:
1)
SLB A untuk
anak tunanetra
2)
SLB B untuk
anak tunarungu
3)
SLB C untuk
anak tunagrahita
4)
SLB D untuk
anak tunadaksa
5)
SLB E untuk anak
tunalaras
6)
SLB F untuk
anak tunaganda[4]
D.
Sistem
Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus di Indonesia
Anak berkebutuhan khusus (ABK) sebagai warga
negara Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan anak normal,
termasuk berhak memperoleh pendidikan dan belajar bersama anak normal di
sekolah umum. Pengintegrasian anak berkebutuhan khusus dengan anak normal di
sekolah umum memerlukan ruangan khusus serta peralatannya, perlu modifikasi
kurikulum, perlu bimbingan khusus, kesiapan dari guru kelas, kesiapan anak
-anak normal dan anak berkebutuhan khusus itu sendiri. Selain itu juga
diperlukan perencanaan yang matang dan sikap kepala sekolah serta guru -guru
yang positif mendukung untuk keberhasilan pendidikan anak berkebutuhan khusus
di sekolah umum. Kenyataannya hal -hal tersebut belum sepenuhnya ada di sekolah
umum dikarenakan oleh berbagai faktor penyebab seperti keterbatasan dana,
tenaga, serta waktu dan keterampilan guru dalam mengajar anak berkebutuhan
khusus.
Berdasarkan hasil penelitian Sri Widati (2001)
disimpulkan bahwa guru -guru di sekolah umum khususnya yang ada anak
berkebutuhan khusus belum siap mengajar mereka. Kesiapan dalam hal ini meliputi
pemahaman dan keterampilan dalam mengajar anak berkebutuhan khusus, sehingga
masih banyak ditemukan anak berkebutuhan khusus yang mengalami kesulitan atau
keterlambatan dalam mengikuti pendidikan di sekolah umum. Sistem pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus di Indonesia Dewasa Ini lembaga
pendidikan tidsak hanya disediakan bagi anak yang memiliki kelengkapan fisik,
namun juga bagi anak berkebutuhan khusus. Pada dasarnya
pendidikan untuk anak berkebutuhan khusu sama dengan anak-anak pada umumnya,
namun ada beberapa dari anak lainnya. Sistem pendidikan anak bagi berkebutuhan
khusus di Indonesia telah mengalami perkembangan.
Berikut ini macam-macam sistem pendidikan bagi
anak berkebutuhan khusus:
1.
Sistem Pendidikan
Segregasi
Sistem pendidikan dimana anak berkebutuhan
khusus dipisahkan dengan anak normal. Penyelenggaraan sistem pendidikan
segregasi dilaksanakan secara khusus dan terpisah dari penyelenggaraan
pendidikan untuk anak normal.
a.
Keuntungan
sistem pendidikan segregasi
1)
Rasa ketenangan
terhadap anak
2)
Komunikasi
mudah dan lancar
3)
Metode
pembelajaran yang khusus sesuai dengan kondisi dan kemampuan anak
4)
Guru dengan
latar pendidikan luar biasa
5)
Sarana dan
prasarana sesuai
b.
Kelemahan
sistem segregasi
1)
Sosialisasi
terbatas
2)
Penyelenggaraan
pendidikan yang relatif mahal
3)
Egoistik,
menumbuhkan kesenjangan
2.
Sistem
Pendidikan Integrasi
Sistem
pendidikan luar biasa yang bertujuan memberikan pendidikan yang memmungkinkan
anak luar biasa memperoleh kesempatan mengikuti proses pendidikan bersama
dengan siswa normal agar dapat mengembangakan diri secara optimal.
a.
Keuntungan
Sistem Pendidikan Integrasi
1)
Merasa diakui
haknya dengan anak normal terutama dalam memperoleh pendidikan
2)
Dapat
mengembangkan bakat dengan anak normal terutama dalam memperoleh pendidikan
3)
Lebih banuak
mengenal kehidupan orang normal
4)
Mempunyai
kesempatan untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi
5)
Harga diri anak
meningkat
b.
Kelemahan
Sistem Pendidikan Integrasi
1)
Anak
berkebutuhan khusus harus menyesuaikan diri dengan metode pengajaran dari
kurikulum yang ada
2)
Membutuhkan
waktu yang lebih untuk adaptasi
3.
Pendidikan
Inklusif
Pendidikan inklusif merupakan sebuah pendekatan yang
berusaha mentransformasikan sistem pendidikan dengan meniadakan
hambatan-hambatan yang dapat mengahalangi setiap siswa untuk berpartisipasi
penuh dalm pendidikan. Inklusif merupakan perubahan praktis yang meberi peluang
anak dengan latar belakang dan kemapuan yang berbeda bisa berhasil dalam
belajar
a.
Keuntungan
1)
Anak
berkebutuhan khusus dan anak biasa dapat saling berinteraksi secara wajar
2)
Kebutuhan
pendidikannya dapat terpenuhi sesuai potensinya masing-masing.
b.
Kelemahan
Pendidikan Inklusif
1)
Minimnya sarana
penunjang sistem pendidikan inklusif
2)
Terbatasnya
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh guru inklusi
3)
Sistem
kurikulum pendidikan umum yang belum mengakomodasi.[5]
E.
Pembelajaran pada Anak Berkebutuhan Khusus
Kegiatan
belajar-mengajar dilaksanakan dengan maksud untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Belajar dalam pengertian luas dapat diartikan sebagai kegiatan psikofisik
menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti sempit, belajar
dimaksudkan sebagai yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya
kepribadian seutuhnya (Sardiman, 2011: 22). Menurut Hamalik (1983: 28) bahwa
belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang
yang dinyatakan dalam cara-cara tingkah laku baru berkat pengalaman dan
latihan.
Dalam proses
selain bertugas mengajar, guru juga dituntut melakukan bimbingan kepada
siswanya. Adapun bimbingan yang perlu
dilakukan oleh guru dalam proses belajar mengajar sebagai berikut (Miller,1961
dari Sulaiman Samad dkk, 2008: 99)
a.
Proses belajar-mengajar afektif apabila bahan yang dipelajari
dikaitkan dengan tujuan-tujuan pribadi siswa.
b.
Guru-guru yang memahami siswa dan masalah-masalah yang dihadapinya,
lebih peka terhadap hal-hal yang memperlancar dan mengganggu kelancaran
kegiatan kelas.
c.
Guru mempunyai kelebihan lain dibanding dengan petugas pendidikan
lainnya, yaitu di dalam proses belajar-mengajar, guru dapat memperhatikan
perkembangan masalah atau kesulitan siswa secara nyata, terutama dalam waktu
belajar dalam mata pelajaran yang diajarkan oleh guru yang bersangkutan.[6]
DAFTAR PUSTAKA
Garnida, Dadang 2015. Pengantar Pendidikan Inklusif. Bandung:
Reflika Aditama.
http://vhasande.blogspot.co.id/2014/10/sejarah-pendidikan-anak-berkebutuhan.html, diakses pada tanggal 26 September 2017, pukul 16:28
Kosasih, E. 2012. Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus.
Bandung: YRAMA WIDYA.
Rahman, Muzdalifah M Memahami Prinsip Pembelajaran Anak
Berkebutuhan Khusus, ELEMENTARY Vol. 2 | No. 1 Da| Januari-Juni 2014.
Santoso, Hargio.
2012. Cara Memahami dan Mendidik Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta:
Gosyen Publising.
[1]E Kosasih, Cara
Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: YRAMA WIDYA, 2012), hlm.
1.
[3]Hargio Santoso,
Cara Memahami dan Mendidik Anak Berkebutuhan Khusus, (Yogyakarta: Gosyen
Publising, 2012), hlm. 4.
[4]http://vhasande.blogspot.co.id/2014/10/sejarah-pendidikan-anak-berkebutuhan.html,diakses
pada tanggal 26 September 2017, pukul 16:28
[5]Dadang
Garnida, Pengantar Pendidikan Inklusif, (Bandung: Reflika Aditama,2015),
hlm 42-44.
[6]Muzdalifah M
Rahman, Memahami Prinsip Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 1 Da| Januari-Juni 2014.