TOKOH-TOKOH
PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
Disusun Guna Memenuhi Tugas Makalah
Mata Kuliah Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Mansur, M.Ag.
Oleh:
Kelas 5B
Ulfah Masfufah 23010-15-0136
Ahmad Faqihuddin Siroj 23010-15-0138
Zahirah Suryani Afifah 23010-15-0150
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejak awal mula, Islam sangat
mendorong umatnya untuk menggali ilmu dengan melakukan pengkajian dan
pengamatan terhadap fenomena alam yang merupakan tanda kekuasaan Allah SWT.
Dengan mengamati dan memperhatikan berbagai fenomena alam yang terbentang luas
itu, niscaya manusia akan memahami eksistensi dirinya sebagai makhluk dan Allah
SWT sebagai Sang Khalik. Dalam kontek itulah maka setiap muslim diwajibkan
untuk mencari Ilmu sejak lahir sampai meninggal.
Memahami pendidikan Islam tidak
semudah mengurai kata “Islam” dari kata “pendidikan”, karena selain sebagai
predikat, Islam juga merupakan satu subtansi dan subjek penting yang cukup
komplek. Karenanya, untuk memahami pendidikan Islam berarti kita harus melihat
aspek utama missi agama Islam yang diturunkan kepada umat manusia dari sisi
pedagogis. Sesungguhnya merefleksikan nilai-nilai pendidikan yang mampu
membimbing dan mengarahkan manusia sehingga menjadi manusia sempurna. Islam
sebagai agama universal telah memberikan pedoman hidup bagi manusia menuju menuju
kehidupan bahagia, yang pencapaiannya bergantung pada pendidikan. Pendidikan
merupakan kunci penting untuk membuka jalan kehidupan manusia.[1]
Untuk
dapat mengenal pendidikan secara lebih mendalam perlu ditelaah
pandangan-pandangan orang-orang yang berdedikasi dalam dunia pedidikan. Dalam
makalah ini akan dibahas tentang pendidikan Islam dalam pemikiran beberapa tokoh
yang terkenal di Indonesia. Semoga
mampu memberikan kesegaran dalam dahaga kita akan wacana tentang pendidikan,
khususnya pendidikan Islam.
B. Rumusan Masalah
- Apa pengertian dari pendidikan Islam ?
- Bagaimana pemikiran para ahli tentang pendidikan ?
C. Tujuan
- Mengetahui pengertian pendidikan Islam.
- Mengetahui pemikiran para ahli tentang pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendidikan Islam
Hakekat
pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertaqwa secara sadar
mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan
dasar) anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan
perkembangannya.[2]
Al-Qur'an dan Sunnah Rasul
merupakan sumber ajaran Islam, maka pendidikan Islam pada hakekatnya tidak
boleh lepas dari kedua sumber tersebut. Dalam kedua sumber tersebut pendidikan
lebih dikenal dengan istilah-istilah yang pengertiannya terkait dengan pendidikan,
yaitu at-Tarbiyah. Pendidikan atau at-Tarbiyah menurut pandangan Islam
adalah bagian dari tugas manusia sebagai Khalifah Allah di bumi. Allah adalah
Rabb al-’Alamin juga Rabb al-Nas. Tuhan adalah “yang mendidik makhluk alamiah
dan juga yang mendidik manusia.”[3]
Jadi,
jelaslah bahwa proses pendidikan merupakan rangkaian usaha membimbing,
mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan-kemampuan dasar dan
kemampuan belajar, sehingga terjadilah perubahan di dalam kehidupan pribadinya
sebagai makhluk individual dan sosial serta dalam hubungannya dengan alam
sekitar di mana ia hidup. Proses tersebut harus
senantiasa berada di dalam nilai-nilai Islami, yaitu nilai-nilai yang
melahirkan norma-norma syari’ah yang sesuai dengan pendidikan Islam.
B. Pemikiran
Pendidikan Menurut Para Ahli
1.
Zainuddin Labay
Zainuddin Labay al-Yunusi, dilahirkan di Bukit Surungan, Padang Panjang pada
tahun 1980. Menurut Deliar Noer, Zainuddin Labay dapat disebut seorang otodidak
yang menjadi “orang” dengan tenaga sendiri.[4] Ia
tidak pernah memperoleh pendidikan yang sistematis. Ia hanya belajar dua tahun di sekolah
negeri dan dua tahun lagi belajar agama pada Syaikh Muhammad Yunus, ayahnya. Karena ayahnya seorang ulama’, dia
belajar agama di Surau
ayahnya dan beberapa Surau
lainnya. Namun, sumber lain menyebutkan bahwa Labay ketika kecil masuk sekolah gubernemen selama 4 tahun.[5]
Dalam bidang pendidikan Labay termasuk seorang yang mula-mula memperkenalkan sistem sekolah yang baru. Dengan mernbuka sekolah guru
Diniyah (1915)[6]
ia mempergunakan sistem berkelas dengan kurikulurn yang lebih teratur yang mencakup
juga pengetahuan umum seperti bahasa, matematika, sejarah, ilmu bumi, di
samping pelajaran agama. Ia juga mengorganisir sebuab klub musik
untuk murid-muridnya.
Pada tahun 1916 ketika dia
masih menjadi murid dan membantu mengajar H. Abdul Karim Amrullah di Jembatan Besi,
Zainuddin Labay mendirikan Madrasah Diniyah, yang merupakan madrasah sore untuk
pendidikan agama yang diorganisasikan berdasarkan sistem klasikal dan tidak
mengikuti sistem pengajaran tradisional yang individual. Begitu pula susunan
pelajarannya berbeda dengan yang lain, yaitu dimulai dengan pengetahuan dasar
bahasa Arab sebelum mulai membaca al-Qur’an. Di samping pendidikan agama, juga
diberikan pendidikan umum, terutama sejarah dan ilmu bumi. Dalam kelas
tertinggi mata pelajaran tersebut menggunakan buku-buku bahasa Arab dan dengan
begitu mata pelajaran ini lebih bersifat ekstra bahasa Arab daripada ilmu bumi
atau sejarah.[7]
Dari uraian di atas, dapat
diambil beberapa hal-hal sebagai berikut. Pertama, ia berjasa dalam
mengembangkan bahasa Arab baik sebagai bahasa pengantar, maupun bahasa yang
digunakan dalam kegiatan sehari-hari. Kedua, ia telah memperkenalkan model
pendidikan yang masa itu belum lazim digunakan, yaitu model klasikal. Ketiga, ia telah
memperkenalkan pengetahuan modern ke dalarn kurikulum
pendidikan Islam.
2.
KH. Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan dilahirkan pada tahun 1868 sebagai anak salah
seorang dari 12 khatib Masjid Agung Yogyakarta. Sumber lain menyebutkan bahwa
Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 dengan nama Muhammad
Darwis, anak dari seorang KH. Abubakar bin Kyai Sulaiman. Ibunya adalah anak
Haji Ibrahim.[8]
Setelah ia menyelesaikan pendidikan dasarnya dalam nahwu, fiqih dan tafsir di
Yogya dan sekitarnya, ia pergi ke Mekkah tahun 1890 di mana ia belajar selama
setahun. Salah seorang gurunya ialah Syaikh Ahmad Khatib. Sekitar tahun 1903 ia
mengunjungi kembali tanah suci di mana ia menetap di sana selama dua tahun.[9]
Pada tanggal 18 November
1912 Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah bersama teman-temannya.
Tujuan Muhammadiyah terutama untuk mendalami agama Islam di kalangan anggota
sendiri dan menyebarkan ajaran agama Islam di luar anggotanya. Pandangan Ahmad
Dahlan dalam bidang pendidikan dapat dilihat pada kegiatan pendidikan yang
dilaksanakan oleh Muhammadiyah. Dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah
melanjutkan model sekolah yang digabungkan dengan sistem pendidikan gubernemen.
Di samping sekolah desa di kampungnya sendiri, Ahmad Dahlan juga membuka
sekolah yang sama di kampung Yogya yang lain.[10]
Di samping mendirikan
sekolah yang mengikuti model gubernemen, Muhammadiyah dalam waktu singkat juga
mendirikan sekolah yang lebih bersifat agama, usaha tersebut dapat dianggap
sebagai realisasi dari rencana Sarekat Islam yang semenjak tahun 1912 berusaha
mendirikan sekolah pendidikan agama, yang dapat menyaingi sekolah pendidikan
gubernemen. Pada tanggal 8 Desember 1921, Muhammadiyah sudah dapat mendirikan
Pondok Muhammadiyah sebagai sekolah pendidikan guru agama.[11]
Muhammadiyah berhasil
melanjutkan model pembaharuan pendidikan disebabkan oleh adanya kenyataan bahwa
ia menghadapi lingkungan sosial yang terbatas pada pegawai, guru maupun
pedagang di kota. Kelompok menengah di kota dalam banyak hal merupakan latar
belakang sosial yang dominan dalam Muhammadiyah hingga sekarang ini. Kelompok
ini juga mementingkan pendidikan model Barat. Oleh karena itu, Muhammadiyah
dengan menyediakan model pendidikan Barat ditambah dengan pendidikan agama,
mendapatkan hasil yang baik dalam kalangan ini.[12]Pada
masa Indonesia merdeka, Muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah,
madrasah-madrasah berlipat ganda banyaknya dari pada masa penjajahan Belanda
dahulu. Yang terdiri dari sekolah agama dan terdapat pula sekolah umum Muhammadiyah.[13]
Dari uraian tersebut dapat diketahui ide-ide pendidikan
yang dikemukakan oleh Ahmad Dahlan yaitu beliau sebagai pembawa pembaharuan
dalam sistem pendidikan, yang semula sistem pesantren menjadi sistem sekolah,
memasukkan pelajaran umum ke dalam sekolah-sekolah agama atau madrasah, dan
Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Islam yang paling pesat dalam mengembangkan
lembaga pendidikan yang lebih bervariasi yaitu Muhammadiyah.
3.
KH. Hasyim Asy’ari
KH. Hasyim Asy’ari lahir di Gedang. Jombang
Jawa Timur, hari Selasa
24 Dzulqo’dah 1287 H. bertepatan dengan 14 Februari
1871 M. Ayahnya bernama Asy’ani ulama asal Demak, yang merupakan keturunan ke-8
dan Jaka Tingkir yang menjadi Sultan Pajang di tahun 1568, dan Jaka Tingkir ini merupakan anak Brawijaya IV yang menjadi raja
Majapahit. Sedangkan ibunya bernama Halimah. puteri kiai Usman. pendiri dan pengasuh pesantren Gedang Jawa Timur, tempat ia dilahirkan.[14]
KH. Hasyim Asy’ari
merupakan pendiri Nahdhatul Ulama (NU), bersama KH. Wahab Hasbullah dan KH.
Bisri Syansuri, yang didirikan di Surabaya pada tanggal 16 Rajab 1344,
bertepatan tanggal 31 Januari 1926. Organisasi NU bermaksud untuk mempertahankan
praktik keagamaan yang sudah mentradisi di Nusantara untuk mengimbangi gencarnya ekspansi pembaruan Islam. NU
sendiri memberikan perhatian besar bagi pendidikan, khususnya pendidikan
tradisional yang harus dipertahankan keberadaannya. Kemudian NU mendirikan
madrasah-madarasah dengan model Barat.[15]
Dalam hidupnya, beliau juga ikut
berperan penting dalam bidang politik nasional. Di samping itu, beliau menjadi
salah satu motivator para pejuang bangsa Indonesia dalam mengusir pendudukan
kolonial di tanah air, untuk meraih kemerdekaan. Akhir hayatnya, KH. Hasyim
Asy’ari wafat pada tanggal 7 Ramadhan 1366 H, bertepatan tanggal 25 Juli 1947,
disebabkan tekanan darah tinggi.[16]
Tentang pemikiran pendidikan KH.
Hasyim seperti tertuang dalam bukunya Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim, sebenarnya sudah banyak mendapat
perhatian. Kitab yang terdiri atas delapan bab, secara garis besar dapat
dikelompokkan ke dalam tiga bagian penting, menyangkut siginifikansi
pendidikan, tanggung jawab dan tugas murid, serta tanggung jawab dan tugas
guru, menurut Zuhairi Misrawi, merupakan resume dari tiga kitab: Adâb
al-Mu’allim Ibn Sahnun (w. 871 M), Ta’lîm al-Muta’allim fî Wariqat al-Ta’allum al-Zarnuji (w. 1222 M), dan Tadhkirah al-Syam’i wa al-Mutakallim fî Adab al-‘Alim wa al-Mutakallim Ibnu Jamaah (w. 1333 M) .[17]
Terdapat dua hal yang
harus diperhatikan dalam menuntut ilmu, pertama bagi murid, hendaknya ia
berniat suci menuntut ilmu, jangan sekali-kali berniat untuk hal-hal duniawi
dan jangan melecehkan atau menyepelekan. Kedua, bagi guru, dalam mengajarkan
ilmu hendaknya ia meluruskan niatnya terlebih dahulu, tidak mengharapkan materi
semata-mata. Dalam hal belajar, yang menjadi titik penekanannya adalah pada
pengertian bahwa belajar itu merupakan ibadah untuk mencari ridha Allah yang
mengantarkan seseorang untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Karenanya, belajar harus diniati
untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai Islam, bukan sekadar
menghilangkan kebodohan.[18]
Jadi, KH.
Hasyim Asy’ari merupakan pendiri organisasi Islam terbesar di Indonesia yaitu
Nahdhatul Ulama (NU). Beliau juga menjadi salah satu motivator para
pejuang bangsa Indonesia dalam mengusir pendudukan kolonial di tanah air, untuk
meraih kemerdekaan dan tentang pemikiran pendidikan KH. Hasyim tertuang dalam bukunya Adâb
al-‘Âlim wa al-Muta’allim, yang lebih menekankan pada adab (etika) dalam
pendidikan.
4.
KH. Imam Zarkasyi
KH. Imam Zarkasyi dilahirkan di Gontor, 21
Maret 1910 dan wafat di Madiun, 30 April 1985. KH. Imam Zarkasyi adalah putra
bungsu dari tujuh bersaudara, dari pasangan Kyai Santoso Anom Bashri dan Nyai
Sudarmi Santoso. Imam Zarkasyi dibesarkan di lingkungan keluarga muslim yang
taat beragama, ayahnya seorang kyai besar di Pondok Gontor.
Pemikiran pendidikan KH. Imam
Zarkasyi yang cukup terkenal dalam pengembangan dunia pendidikan pesantren
salah satunya adalah panca jiwa. Panca jiwa tersebut merupakan nilai-nilai yang
terdiri atas lima unsur yang yang harus
dijadikan pegangan setiap santri. Diantara isi dari panca jiwa tersebut antara
lain:
a.
Nilai
keihklasan, sebagai
poin pertama isi dari panca jiwa yang bisa diartikan sebagai berbuat sesuatu
bukan karna didorong oleh keinginan memperoleh keuntungan tertentu, namun yang
dilakukan dengan niat semata mencari ibadah kepada Allah SWT.
b.
Nilai
kesederhanaan, yakni mendidik orang untuk hidup apa adanya menggunakan sesuatu
sesuai keperluannya tanpa berlebih-lebihan.
c.
Nilai kemandirian
(menolong diri sendiri) juga menjadi bagian dari jiwa setiap santri, kemandirian
merupakan senjata utama menuju masa depan yang penuh harapan. Kemandirian pun
tidak sebatas bersifat lahir namun tidak bersifat objek tetapi subjek yang
menentukan pola, agenda yang dilakukan kegiatan sehari-hari.
d.
Nilai persaudaraan, kehidupan di pondok pesantren diliputi suasana
persaudaraan yang akrab, sehingga segala suka dan duka dirasakan bersama dalam
jalinan ukhuwah Islamiyah. Tidak ada dinding yang dapat memisahkan
antara mereka. Ukhuwah ini bukan saja selama mereka di pesantren, tetapi
juga mempengaruhi ke arah persatuan umat dalam masyarakat setelah mereka terjun
di lapangan kehidupan sesungguhnya.
e.
Nilai
kebebasan, berarti mengandung pengertian bukan terlalu bebas (liberal)
sehingga kehilangan arah dan tujuan
serta prinsip bukan juga terlalu bebas untuk dipengaruhi, bukan bebas
semau-maunya sendiri sebagaimana seperti anarkis. Dengan demikian kebebasan ini
diberikan kepada setiap santri untuk secara jujur menjawab sesuatu perbuatan
atau tindakan yang dilakukan itu baik dan buruk .[19]
Sedangkan dalam aspek kurikulum
menurut KH. Imam Zarkasyi merancang secara komprehensif. Artinya
kurikulum tidak sebatas diartikan sebagai rencana studi, tetapi mencakup segala
pengalaman belajar yang penting untuk dilalui para santri selama proses
belajar. Adapun isi kurikulum pondok modern gontor tidak hanya pendidikan islam saja namun
pendidikan umum juga.[20]
Pemikiran pendidikan KH. Imam
Zarkasyi dalam pengembangan dunia pendidikan pesantren salah satunya adalah
panca jiwa. ada juga dalam gagasan beliau akan pentingnya pendidikan
kemandirian menjadi sebuah keniscayaan agar santri berani menatap dan
menentukan masa depannya masing-masing begitu juga dengan hidup bebas, bebas
berpikir, dan kesederhaan menjadi bagian pokok dalam tujuan tersebut.
BAB III
KESIMPULAN
Pendidikan Islam adalah usaha
orang dewasa muslim yang bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing
pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui
ajaran Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya. Al-Qur'an dan Sunnah Rasul merupakan sumber
ajaran Islam, maka pendidikan Islam pada hakekatnya tidak boleh lepas dari
kedua sumber tersebut.
Pemikiran dari Zainuddin
Labay adalah dengan mernbuka sekolah guru Diniyah (1915) ía mempergunakan
sistem berkelas dengan kurikulurn yang lebih teratur yang mencakup juga
pengetahuan umum seperti bahasa, matematika, sejarah, ilmu bumi, di samping
pelajaran agama. Zainuddin Labay mendirikan Madrasah Diniyah, yang merupakan
madrasah sore untuk pendidikan agama yang diorganisasikan berdasarkan sistem
klasikal dan tidak mengikuti sistem pengajaran tradisional yang individual. Susunan
pelajarannya berbeda dengan yang lain, yaitu dimulai dengan pengetahuan dasar
bahasa Arab sebelum mulai membaca al-Qur’an. Tokoh selanjutnya Ahmad Dahlan
sebagai pembawa pembaharuan dalam sistem pendidikan, yang semula sistem
pesantren menjadi sistem sekolah, memasukkan pelajaran umum ke dalam sekolah-sekolah
agama atau madrasah, dan Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Islam yang paling
pesat dalam mengembangkan lembaga pendidikan yang lebih bervariasi yaitu
Muhammadiyah.
KH. Hasyim Asy’ari
merupakan pendiri organisasi Islam terbesar di Indonesia yaitu Nahdhatul Ulama
(NU). Beliau juga menjadi salah
satu motivator para pejuang bangsa Indonesia dalam mengusir pendudukan kolonial
di tanah air, untuk meraih kemerdekaan. Dan tentang pemikiran pendidikan KH. Hasyim tertuang dalam bukunya Adâb
al-‘Âlim wa al-Muta’allim, yang lebih
menekankan pada adab (etika) dalam pendidikan. Dan tokoh terakhir KH. Imam
Zarkasyi yang cukup terkenal dalam pengembangan dunia pendidikan pesantren
salah satunya adalah panca jiwa. Panca jiwa tersebut merupakan nilai-nilai yang
terdiri atas lima unsur yang yang hasru dijadikan pegangan setiap santri.
Diantara isi dari panca jiwa tersebut antara lain Nilai Keikhlasan, Nilai
Kemandirian, Nilai Kesederhanaan, Nilai Persaudaraan dan Nilai Kebebasan. Aspek
kurikulum menurut KH. Imam Zarkasyi merancang secara komprehensif. Artinya
kurikulum tidak sebatas diartikan sebagai rencana studi, tetapi mencakup segala
pengalaman belajar yang penting untuk dilalui para santri selama proses belajar
DAFTAR PUSTAKA
Arifin,H.M. 1991. Ilmu Pendidikan Islam Suatu
Tinjauan Teoritis Dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara
Aziz, Safrudin.
2015. Pemikiran Pendidikan Islam (Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer). Yogyakarta: Kalimedia
Khuluq, Lathiful, 2000. Fajar Kebangunan Ulama
Biografi KH. Hasyim Asy’ari. Yogyakarta: Lkis
Kurniawan, Syamsul & Erwin Mahrus. 2013. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam. Maguwoharjo: Ar Ruzz Media,
Nata, Abudin. 1997. Filsafat
Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Noer, Delier. 1985. Gerakan Modern Islam di Indonesia
1900-1942. Jakarta: LP3ES
Rahman, Musthofa. 2001. Pendidikan Islam dalam Perspektif al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Suwendi. 2004. Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Zuhairini. 1995. Filsafat
Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi
Aksara
[1]Musthofa
Rahman, Pendidikan Islam dalam Perspektif al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001, hlm. 2
[2]M.
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Suatu
Tinjauan Teoritis Dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1991), hlm. 32.
[4]Delier Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta:
LP3ES, 1985), hlm. 48
[5]Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1997), hlm. 187
[8]Delier Noer, Op.Cit., hlm. 85
[10]Abudin Nata, Op.Cit., hlm. 206
[14]Lathiful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama Biografi KH. Hasyim Asy’ari,
(Yogyakarta: Lkis, 2000), hlm. 15
[17]Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 146.
[18] Syamsul Kurniawan & Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh
Pendidikan Islam (Maguwoharjo: Ar Ruzz Media, 2013), hlm. 212
[19] Safrudin Aziz, Pemikiran
Pendidikan Islam (Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer), (Yogyakarta:
Kalimedia, 2015), hlm. 284
Tidak ada komentar:
Posting Komentar