Jumat, 05 Oktober 2018

SEJARAH MUNCULNYA MADZHAB FIQIH


MAKALAH
“SEJARAH MUNCULNYA MADZHAB FIQIH”
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Perbandingan Madzhab
Dosen Pengampu : Mukhamad Arifin, LC., M.S.I.



Disusun oleh :
1.      Rosidita Nuha Khoirinnisa     (23010150381)
2.      Anisatul Munfa’ati                  (23010160008)
3.      Umi Wulandari K                   (23010160011)


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
TAHUN 2018

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami telah berhasil menyusun makalah yang berjudul “Sejarah Munculnya Madzhab Fiqih” dengan mudah dan tepat pada waktunya. Untuk itu, pada kesempatan kali ini kami selaku penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah Perbandingan Madzhab yang telah memberikan dorongan, bimbingan, arahan dan tugas makalah ini.
Makalah yang kami buat yakni berdasarkan hasil pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan lain-lainnya. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas bagi para pembaca. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu, kepada dosen pembimbing dan pembaca kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan pembuatan makalah ini.
Wassalamualaikum Wr. Wb.


Salatiga, 9 Maret 2018

                  Penulis



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam perkembangan ilmu islam sampai pada saat ini, tidak bisa dilepaskan dari pemikiran dari para imam mujtahid atau imam madzhab. Dengan segala usaha, para imam madzhab terus menggali hukum – hukum dalam Al – Qur’an maupun hadis Nabi Muhammad. Sehingga sampai pada masa sekarang kaidah – kaidah hukum dari para imam madzhab terutama dalam bidang kajian fiqh memberikan kontribusi yang sangat banyak bagi perkembangan ilmu fiqh. Hal tersebut tentunya tidak terlepas dari pemikiran dan kaidah – kaidah hukum yang telah digali oleh para imam madzhab.
Ada beberapa madzhab yang harus diketahui oleh umat Islam yang berada diseluruh dunia, diantaranya yang termasyhur ada empat madzhab yaitu: Nu’man bin Tsabit bin Zautha bin Mah yang dikenal dengan Imam Hanafy, Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir Al-Ashbahy yang dikenal dengan nama Imam Maliki, Muhammad yang dikenal dengan nama Imam Syafi’i, dan Ahmad yang dikenal dengan nama Imam Hambaly.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana biografi para imam madzhab ?
2.      Bagaimana pendidikan, guru – guru, serta murid – murid dari imam madzhab ?
3.      Apa saja karya – karya dari imam madzhab ?
C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui biografi imam madzhab.
4.      Untuk mengetahui pendidikan, guru – guru, serta murid – murid dari imam madzhab.
5.      Untuk mengetahui karya – karya dari imam madzhab.
                                


BAB II
PEMBAHASAN
A.      Biografi Empat Imam Madzhab
1.    Biografi Imam Syafi’i
Imam al Syafi’i lahir di Gaza, Palestina pada tahun 150 H / 767 M dan meninggal dunia di Fustat (Kairo) Mesir pada tahun 204 H / 20 Januari 820 M. Dia adalah ulama’ mujtahid (ahli ijtihad) dibidang fiqh dan salah seorang dari empat Imam Mazhab yang terkenal dalam Islam.[1]
Berkenaan dengan garis keturunannya mayoritas sejarawan berpendapat bahwa ayah Syafi’i berasal dari Bani Muthalib, suku Quraisy, silsilah nasabnya adalah Muhammad ibn Idris ibn Abbas ibn Utsman ibni Syafi’i ibn Saib ibn Abdul Yazid Ibnu Hisyam ibn Muthalib ibn Abdul Manaf. Nasab al Syafi’i bertemu dengan Rasulullah SAW di Abdul Manaf.
Kata al Syafi’i dinisbahkan kepada nama kakeknya yang ketiga, yaitu Syafi’i ibn as-Sa’ib ibn Abid ibn Abd Yazid ibn Hasyim ibn al Muthalib ibn Abd Manaf, Abd Manaf ibn Qusay kakek kesembilan dari kesembilan dari Imam Syafi’i adalah Abdul Manaf ibn Qusay kakek ke empat dari Nabi Muhammad SAW, jadi nasab Imam al Syafi’i bertemu dengan Muhammad SAW pada Abdul Manaf.[2] Sedangkan ibunya bernama Fatimah Binti Abdullah ibn Husain ibn Ali ibn Abi Thalib. Ia adalah cicit dari Ali ibn Abi Thalib. Dengan demikian kedua orang tua imam Syafi’i berasal dari bangsawan Arab Qurasy.
Kedua orang tuanya meninggalkan Mekkah menuju Gaza, Palestina, ketika ia masih dalam kandungan. Beberapa bulan sepeninggalan ayahnya ia dilahirkan dalam keadaan yatim. Imam Syafi’i diasuh dan dibesarkan oleh ibunya sendiri dalam keadaan yang sangat sederhana, setelah imam al Syafi’i berumur dua tahun ibunya membawanya pulang ke kampung asalnya Mekkah, disinilah Imam Syafi’i tumbuh dan dibesarkan. Meskipun begitu pada usia 9 tahun beliau sudah dapat menghafal Al Quran 30 juzuk di luar kepala dengan lancarnya. Setelah dapat menghafal Al Quran, Imam Syafi’i berangkat ke dusun Badui Banu Hudzail untuk mempelajari bahasa arab yang asli dan fasih.[3]
Di Mekkah dia mulai menimba ilmu, setelah itu dia pindah ke Madinah ke Baghdad dua kali,dan akhirnya menetap di Mesir tahun 199 Hijriah dan menetap disana hingga akhir hayatnya.[4] Tepat pada Hari Kamis malam Jum’at tanggal 29 rajab 204 H (820 M). ar-Rabi’ ibn sulaiman berkata, “Imam Al-Syafi’I meninggal pada malam jum’at setelah magrib.
2.    Biografi Imam Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah lahir di Kuffah pada tahun 80 H/ 659 M, dan meninggal dunia di Baghdad pada tahun 150 H/ 767 M. Ia adalah ulama’ mujtahid (ahli ijtihad) dalam bidang fiqh dan salah seorang diantara imam yang empat yang terkenal (Mazhab Maliki, al-Syafi’I, Hambali, dan Mazhab Hanafi) dalam islam.
Nama lengkapnya Abu Hanifah Nu’man ibn Tsabit, ayahnya Tsabit berasal dari keturunan Persia. Gelar Abu Hanifah diberikan kepada Nu’man ibn Tsabit karena ia seorang yang sungguh-sungguh dalam beribadah. Kata hanif dalam bahasa arab berarti “suci” atau “lurus” .Abu Hanifah adalah pendiri mazhab hanafi yang terkenal dengan “al-imamal-a’dzam” yang artinya Imam Terbesar. Ada yang mengatakan bahwa sebab penamaan dengan Hanifah adalah karena dia selalu membawa tinta yang disebut Hanifah dalam bahasa Irak.[5]
Imam Abu Hanifah meninggal pada tahun Rajab 150 H, karena meminum racun yang sediakan oleh Khalifah al-Mansur, sewaktu bermunajat dalam alunan doanya kepada Allah. Jenazahnya dishalatkan sampai enam kalinya diikuti oleh kurang lebih sebanyak lima puluh ribu jama’ah .Bahkan shalat jenazah ini pun dilaksanakan setelah Imam Abu Hanifah dimakamkan setelah kira-kira dua puluh hari, orang-orang terus menziarahi kuburannya untuk berdoa dan melakukan shalat ghaib.
3.    Biografi Imam Malik
Imam Malik dilahirkan di kota Madinah daerah negeri Hijaz pada tahun 93 H (712 M). Wafat pada hari Ahad tanggal 10 Rabi’ulawwal tahun 179 H di Madinah. Nama kecil beliau ialah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir Al Ashbahy.  Beliau adalah seorang keturunan dari bangsa Arab dari dusun Dzu Ashbah, sebuah dusun di kota Himyar. Nama ibunya adalah Siti Al Aliyah binti Syuraik bin Abdurrahman bin Syuraik Al Azadiyah [6].
Imam Malik adalah seseorang yang berbudi mulia, dengan pemikiran yang cerdas, pemberani dan teguh mempertahankan kebenaran yang diyakini.Beliau seorang yang mempunyai sopan-santun dan lemah lembut, suka menengok orang sakit, mengasihani orang miskin dan suka memberi bantuan kepada orang yang membutuhkannya.Beliau juga seorang pendiam serta menjauhkan diri dari segala macam perbuatan yang tidak bermanfaat, suka bergaul dengan handai taulan, bergaul dengan penjabat pemerintah, orang yang menegerti dengan agama, dan tidak pernah melanggar batasan agama[7].
4.    Biografi Imam Hanbali
Imam Hanbali dilahirkan di Baghdad pada bulan Rabi’ul Awal tahun 164 H/780 M. Tempat kediaman ayah dan ibunya sebenarnya di Kota Marwin, wilayah Khurusan, tetapi dikala ia masih dalam kandungan, ibunya kebetulan pergi ke Baghdad. Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Ahmad ibn Hanbal ibn Asad ibn Idris ibn Abdillah ibn Hayyan ibn Abdillah ibn Anas ibn Auf ibn Qasath ibn Mazin ibn Syaiban ibn Dzahl ibn tsa’labah ibn Ukabah ibn Sha’d ibn Ali ibn Bakar ibn Wa’il ibn Qasith ibn Hanab ibn Qushay ibn Da’mi ibn Judailah ibn Asad ibn Rabi’ah ibn Nazzar ibn Ma’ad ibn Adnan.[8]
Imam Ahmad ibn Hanbal banyak mempelajari dan meriwayatkan hadits, dan beliau tidak mengambil hadits kecuali hadits-hadits yang sah jelas shahihnya. Oleh karena itu, akhirnya beliau berhasil mengarang kitab hadits, yang terkenal dengan nama Musnad Ahmad Hanbal. Beliau mulai mengajar ketika berusia 40 tahun.
Beliau wafat pada hari Jum’at tanggal 12 bulan Rabi’ul Awal tahun 241 H/855 M. Dikala itu beliau telah berusia 77 tahun. Jenazah beliau dimakamkan pada hari Jum’at setelah sembahyang sholat Jum’at, dimakamkan di Bab Harb di Kota Baghdad.[9]
B.       Pendidikan, Guru-Guru, dan Murid-Murid  Empat Imam Madzhab
1.    Pendidikan, Guru-Guru, dan Murid-Murid Imam Syafi’i
Disamping mempelajari pengetahuan di Mekkah Imam al-Syafi’i mengikuti latihan memanah, dalam memanah ini Imam al-Syadi’i mempunyai kemampuan diatas teman temannya. Dia memanah sepuluh kali, yang salah sasaran hanya sekali saja. Kemudian ia dia menekuni bahasa Arab dan Syair hingga membuat dirinya menjadi anak paling pandai dalam bidang tersebut. Setelah menguasai keduanya Imam Syafi’i lalu menekuni dunia fiqh dan akhirnya menjadi ahli fiqh terkemuka di masanya.
Dalam masalah ilmu fiqh Imam Syafi’i belajar kepada Imam Muslim ibn Khalid az-Zanny, seorang guru besar dan mufti dikota Mekkah sampai memperoleh ijazah berhak mengajar dan memberi fatwa, selain itu Imam al Syafi’i juga mempelajari berbagai cabang ilmu agama lainnya seperti ilmu hadist dan ilmu al- Quran. Untuk ilmu hadist ia berguru pada Ulama hadist terkenal di zaman itu Imam Syufyan Ibn Uyainah, sedangkan untuk al-Quran ia berguru pada Ulama besar imam Ismail Ibn Qasthanthin.[10]
Imam al-Syafi’i meninggalkan kota Mekkah menuju Madinah untuk belajar kepada Imam Malik ibn Annas, seorang Ulama fuqaha’ termashur disana pada saat itu. Kemudian ia melanjutkan pelajarannya bersama Imam Malik diusainya yang kedua puluh tahun sampai gurunya meninggal dunia pada 179 H/796 M. Pada saat wafatnya Imam Malik, Imam Syafi’i sudah meraih reputasi sebagai fuqaha’ yang masyhur di Hijjaz dan berbagai tempat lainnya. Ia kemudian meninggalkan Madinah menuju Irak untuk berguru kepada Ulama besar disana antara Imam Abu Yusuf dan Imam Muhammad ibn Hasan, Beliau memperoleh pengetahuan yang lebih luas mengenai cara-cara hakim memeriksa dan memutuskan perkara, cara menjatuhkan hukuman, serta berbagai metode yang ditetapkan oleh para mufti disana yang tidak pernah dilihatnya di hedjaz.
Sebagai pencinta ilmu Imam al-Syafi’I mempunyai banyak guru, begitu banyaknya guru Imam al-Syafi’i, sehingga imam ibnu Hajar al Asqalani menyusun suatu buku khusus yang bernama “Tawalil at-ta’sis” yang didalamnya disebut nama-nama ulama’ yang pernah menjadi guru Imam al Syafi’i antara lain: 1) Imam Muslim ibn Khalid, 2) Imam Ibrahim ibn sa’id, 3) Imam Sufyan ibn Uyainah, 4) Imam Malik ibn Annas (Imam Maliki), 5) Imam Ibrahim ibn Muhammad, 6) Imam Yahya ibn Hasan, 7) Imam Waqi’, 8) Imam Fudail ibn Iyad, 9) Imam Muhammad ibn al-Syafi’i.
Pada akhir menjelang akhir hayatnya ia menderita penyakit Bawasir yang susah diobati. Hal ini disebabkan beliau kebanyakkan duduk, apalagi beliau mendapat musibah dengan dikeroyok oleh futiah dan para pengikutnya ketika beliau sedang sendirian.Akibat pengkroyokan itu Imam al-Syafi’I jatuh pinsan dan dibawa dirumahnya dengan digotong. Ketika Imam al-Syafi’i sakit para muridnya sering datang menolong. Diantaranya al-Muzni dan ar-Rabi’. Kepada Ar-Rabi’ ia berpesan “Apabila aku wakaf hendaklah kamu segera datang memberitahu wali negeri Mesir dan mintalah kepadanya untuk memandikan aku”.
Pada tahun 186 H Imam al-syafi’i kembali ke Mekkah, dan mengembangkan ilmunya serta berijtihad secara mandiri dalam rangka menyampaikan hasil-hasil ijtihadnya ia tekuni dengan berpindah-pindah tempat, ia juga mengajar di Baghdad (195-197), dan di Mesir (198-204). Dengan demikian ia sempat membentuk kader-kader yang akan menyebarluaskan ide-idenya dan bergerak dalam bidang hukum Islam.[11]
Sebagai Ulama yang tempat mengajarnya berpindah-pindah Syafi’I mempunyai ribuan murid yang berasal dari berbagai penjuru, diantara yang terkenal adalah : ar-Rabi’ ibn Sulaiman al-Marawi, Abdullah ibn zubair al Hamidi, Yusuf ibn Yahya ibn Buwaiti, Abu Ibrahim, Ismail ibn Yahya al Mujazani, Yunus ibn Abdul A’la as-Sadafi, Ahmad ibn Sibti, Yahya ibn Wasir al Misri, Harmalah ibn Yahya Abdullah at-Tujaibi, Ahmad ibn Hambal, Hasan bin Ali al-Karabisi, Abu Saur Ibrahim ibn Khalid Yamani al-kalibi, Hasan ibn Ibrahim ibn Muhammad as-Sahab az-ja’farani.Mereka semua berhasil menjadi Ulama besar dimasanya.
2.    Pendidikan, Guru-Guru, dan Murid-Murid Imam Abu Hanifah
Abu Hanifah mulanya gemar belajar ilmu Qira’at, Hadits, nahwu, Sastra, Syi’ir, Teologi, sehingga ia menjadi salah seorang tokoh terkenal dalam ilmu tersebut Minatnya yang besar terhadap ilmu fiqh, kecerdasan, ketekunan, dan kesungguhannya dalam belajar, mengantarkan Imam Abu Hanifah menjadi seorang yang ahli di bidang fiqh.
Keahliannya diakui oleh Ulama semasanya antara lain oleh Imam Hammad ibn Abi Sulaiman sering mempercayakan tugas kepada Imam Abu Hanifah untuk memberi fatwa dan pelajaran fiqh dihadapan murid-muridnya. Imam Khazzaz ibn Sarad juga mengakui keunggulan Imam Abu Hanifah dibidang fiqh dari Ulama lainnya. Selain ilmu fiqh Imam Abu Hanifah juga mendalami hadits dan tafsir karena keduanya sangat erat berkaitan dengan fiqh, karena penguasanya yang mendalam terhadap hukum-hukum islam ia diangkat menjadi mufti kota Kuffah, menggantikan Imam Ibrahim an- Nakhal.
Imam Abu Hanifah belajar ilmu fiqh itu berasal dari Ibrahim, Umar dan Ali ibn Abi Thalib, Abdullah ibn Mas’ud dan Abdullah ibn Abbas.Selain itu beliau juga berguru kepada ulama-ulama besar lainnya. Para Ulama tempat Imam Abu Hanifah belajar di Kuffah antara lain adalah Sya’bi, Salamah bin Kuhail, Manarib ibn Ditsar, Abu Ishaq Sya’bi, Aun ibn Abdullah, Amr ibn Murrahb, A’masy, Adib ibn Tsabit al-Anshari, Sama’ ibn Harb, dll. Di Basrah Imam Abu Hanifah belajar dari Qatadah dan Syu’bah, Ulama Tabi’I termashur yang telah mempelajari hadits dari sahabat Nabi SAW, Sufyan al- Tsauri disebut Syu’bah sebagai amir al-Mu’minin fi al-Hadits (pemimpin orang-orang beriman dibidang hadits). Di Madinah Imam Abu Hanifah belajar dengan Ulama terkenal Atha’ ibn Abi Rabbah, Di Mekkah Imam abu Hanifah belajar dengan Abdullah ibn Abbas, dia juga sangat beruntung dapat mempelajari hadits dan beberapa persoalan fiqh dari Ali ibn Abi Thalib, Abu Hurairah, Abdullah ibn Umar, Aqabah ibn Umar, Sofwan, Jabir, dan Abu Qatadah.
Setelah terkenal dalam ilmu fiqh banyak penuntut ilmu yang datang kepadanya untuk berguru dan mengambil ilmu-ilmunya, yang kemudian menjadi murid-muridnya. Diantara murid - muridnya yang terkenal adalah :
a.       Imam Abu Yusuf ibn Ibrahim al-Anshari (Dilahirkan pada tahun 113 H dan wafat pada tahun 182 H )[12].
b.       Imam Muhammad ibn Hassan ibn Furqan Asy-Saibani (lahir di Iraq pada tahun 132 H wafat pada 189 H)
c.        Imam Zufar ibn Qais al-Kahfi (lahir pada tahun 110 H wafat pada tahun 158/775 M)
d.       Imam Hassan ibn Ziyad al-luluy (wafat pada tahun 204 H).
3.    Pendidikan, Guru-Guru, dan Murid-Murid Imam Malik
Beliau mempelajari ilmu dari ulama-ulama Madinah, di antara param Tabi’in, para pandai dan para ahli hukum agama.Guru beliau yang pertama adalah Abdul Rahman Bin Ibn Harmuz, beliau dididik di tengah-tengah mereka itu sebagai anak yang cerdas pikiran, cepat menerima pembelajaran, kuat ingatan dan teliti.dari kecil beliau membaca Al-Qur’an dengan lancar di luar di luar kepala dan mempelajari hadits, setelah dewasa beliau belajar kepada Ulama dan fuqaha. Beliau menghimpun penegetahuan mereka, menghafal pendapat-pendapat mereka, menaqal atsar-atsar mereka, mempelajari pendirian-pendirian atau aliran-alirannya, dan mengambil kaidah-kaidah mereka sehingga beliau pandai tentang semua itu [13].
Imam Malik mendalami ilmu pengetahuan selain dari Abdul Rahman ibn Harmuz juga belajar kepada Nafi ibn Abi nua’im, Maula ibn Umar dan Rabiah al Ra’yi.Imam Malik terkenal sebagai seorang yang kuat menekuni bidang ilmu keislaman tetapi yang paling disegani dan ditekuni ialah bidang fiqh dan hadits Rasulullah S.A.W [14].
Imam Malik baru mengajar setelah lebih dahulu keahliannya mendapat pengakuan dari 70 Ulama terkenal di madinah.Setelah benar-benar ahli dalam hadits dan ilmu fiqh, Imam Malik melakukan ijtihad secara mandiri dan mendirikan halaqah, yaitu kelompok pengajian dengan formasi murid mengelilingi guru.
Adapun guru-guru beliau sangat banyak antara lain, adalah:
a.       Abd. Rahman ibn Hurmuz (salah seorang ulama besar di Madinah dari Tabi’in ahli hadits, fiqh, fatwa dan ilmu berdebat).
b.      Rabi’ah al-Ra’yu (ulama fiqh wafat pada tahun 136 H)
c.       Imam Nafi’ Maula ibn Umar (ulama ilmu hadits wafat pada tahun 117 H).
d.      Imam ibn Syihab al- Zuhry.
e.       Nafi ibn Abi Nu’aim.
f.       Abu al-Zinad.
g.      Hasyim ibn Urwas
h.      Yahya ibn Sa’id al-Ansari
i.        Muhammad ibn Munkadir [15].
j.        Said al-Maqburi
k.      Wahab ibn Kaisan
l.        Amir ibn Abdillah ibn az-Zubair
m.    Abdullah ibn Dinar
n.      Zaid ibn Hibban, dan
o.      Ayyub as-Sakhtiyani [16].
Menurut riwayat yang dinukil Moenawar Cholil, bahwa di antara para guru Imam Malik yang utama itu tidak kurang dari 700 orang.Di antara sekian banyak gurunya itu, terdapat 300 orang yang tergolong Ulama tabi’in.
Murid-murid beliau sangat banyak antara lain, ialah:
a.       Asy-Syaibani
b.      Imam Syafi’i
c.       Yahya ibn Yahya al-Andalusi
d.      Abdurahman ibn Kasi (di Mesir)
e.       Asad al-Furat at-Tunisi
f.       Ibn Rusyd
g.      Abu Muhammad Abdullah ibn Zaid.
h.      Ahmad ad-darbi
i.        Imam Ahamad as-Sawi
j.        Usman ibn Hakam
k.      Ibnu al-Mubarak
l.        Yahya ibn Said al-Qaththa
m.    Muhammad ibn al-Hassan
n.      Ibnu Wahab
o.      Ma’an ibn Isa
p.      Abdurrahman ibn Mahdi
q.      Abu Manshur [17].
4.      Pendidikan, Guru-Guru, dan Murid-Murid Imam Hanbali
Imam Hanbali pertama kali belajar ilmu pengetahuan Agama dan alat-alatnya, kepada para guru dan para ulama’ di Baghdad. Imam Ahmad ibn Hanbal adalah Imam yang keempat dari fuqaha’ Islam.[18]
Adapun guru-guru beliau antara lain, adalah:
a.       Abu Yusuf al-Qadhi (ilmu fiqh)
b.      Imam Syafi’i (fiqh)
c.       Sufyan ibn ‘Uyainah (hadits)
d.      Ibrahim ibn Sa’ad (hadits)
e.       Yahya ibn Qaththan
f.       Husyaim Ibn Bisy
g.      Abdurrazak ibn Humman
h.      Imair ibn Abdullah ibn Khalid
i.        Abdurrahman ibn Mahdi
j.        Abu Bakar ibn Iyasy[19]
k.      Abdullah ibn Mubarak
l.        Ismail ibn Ulaiyah
m.    Waqi
n.      Hammad ibn Khalid al-Khalid al-Khayyad
o.      Manshur ibn Salamah al-Khaza’i
p.      Utsman ibn Umar ibn Faris
q.      Abu an-Nadhr Hasyim ibn Al-Qasim
Murid-Murid Imam Hanbali antara lain, ialah:
a.       Shaleh dan Abdullah (anak kandung Imam Ahmad)
b.      Hambal ibn Ishaq
c.       Al-Hasan ibn ash-Shabbah al-Bazzar
d.      Muhammad ibn Ubaidillah al-Munadi
e.       Muhammad ibn Ismail al-Bukhari
f.       Muhammad ibn al-Hajjaj an-Naisaburi
g.      Abu Zur’ah
h.      Abu Hatim ar-Raziyan
i.        Abu Dawud as-Sijistani[20]
j.        Ibn Qudamah
k.      Saleh
l.        Abdullah ibn Ahmad
m.    Abu Bakar al-Asram
n.      Abdul Malik al-Marwazi
C.      Karya-Karya dan Metode Istinbat Empat Imam Madzhab
1.    Karya-Karya dan Metode Istinbath Imam Syafi’i
a.         Karya-Karya Imam Syafi’i
Menurut Fuad Sazkin dalam pernyataannya yang secara ringkasnya bahwa kitab karya Imam al-Syafi’i jumlahnya mencapai sekitar 113-140 kitab.[21] Murid-murid Imam al-Syafi’i membagi karya Imam Syafi’I menjadi dua bagian yaitu al-Qadim adalah kitab-kitab karyanya yang ditulis ketika Imam syafi’i berada di Baghdad dan Mekkah, sedangkan al-hadist adalah kitab-kitab karyanya yang ditulis ketika berada di Mesir. Diantara Kitab yang termasuk dari hasil karyanya adalah :
1)      Kitab al-Umm
2)      Kitab ar-Risalah
3)      Kitab al-Musnad
4)      Kitab Ikhtikaf al-Hadits
b.        Metode Istinbath Hukum Madzhab Syafi’i
1.)    Al-Qur’an dan As-Sunnah
Imam Al-Syafi’I menegaskan bahwa al-quran dan Sunnah merupakan sumber pertama syariat ia menyetarakan sunnah dengan al Quran. Sunnah yang sama derajatnya dengan Al-Quran menurut mazhab Syafi’i adalah Sunnah Mutawatir, sedangkan Hadits ahad diterima oleh Imam Al-Syafi’i pada posisi sesudah al-Quran dan hadits mutawatir.
Imam Syafi’I dalam menerima hadits ahad sebagai berikut:[22]
a.)    Perawinya terpercaya, ia tidak menerima hadits dari orang yang tidak dipercaya
b.)    Perawinya berakal, memahami apa yang diriwayatkan
c.)    Perawinya benar-benar mendengar sendiri hadits itu dari orang-orang yang meriwayatkannya kepadanya
d.)   Perawinya tidak menyalahi para ahli ra’yu yang meriwayatkan hadits itu.
2.)    Ijma’
Imam al-Syafi’i telah menetapkan ijma’ sebagai hujjah sesudah al-Quran dan Sunnah sebelum Qiyas. Tetapi mengenai ijma’ tidak terkait dengan riwayat dari nabi, Imam al-Syafi’i tidak menggunakan sebagai sumber, sebab seseorang hanya dapat meriwayatkan apa yang ia dengar, tidak dapat ia meriwayatkan sesuatu berdasarkan dugaan dimana ada kemungkinan bahwa nabi sendiri tidak mengatakan atau melakukan. Imam al-Syafi’i menggunakan ijma’ berkeyakinan bahwa setiap Sunnah Nabi pasti diketahui meskipun tidak diketahui oleh sebagian.[23]
3.)    Qiyas
Imam al-Syafi’i menggunakan Qiyas apabila tidak ada nashnya didalam Al-Quran, Al-Sunnah, atau ijma’, maka harus ditentukan dengan qiyas.[24]

2.      Karyanya-Karya dan Metode Istinbath Imam Abu Hanifah
a.       Karya-Karya Imam Abu Hanifah
Sebagian ide dan buah pikirannya ditulisnya sendiri dalam bentuk buku, tetapi kebanyakan dihimpun oleh murid-muridnya untuk kemudian. Kitab-kitab yang ditulisnya sendiri antara lain:
1)      Al-faraid yang khusus membicarakan masalah waris dan segala ketentuannya menurut hukum islam.
2)      Al-Syurt yang membahas perjanjian.
3)      Al-fiqh al-Akhbar yang membahas ilmu kalam atau teologi dan diberi syarah (penjelasan oleh imam Abu Mansur Muhammad al-Maturudi dan Imam Abu Muntaha al-Maula Ahmad ibn Muhammad al-Maqnisawi)[25].
Jumlah kitab yang ditulis muridnya yang dijadikan pegangan pengikut Mazhab Hanafi.Ulama Mazhab Hanafi membagi kitab-kitab itu menjadi tiga tingkatan yaitu :
1)      Tingkat masa’il Al-Ushul (masalah-masalah pokok) yaitu kitab yang berisi masalah-masalah yang langsung diriwayatkan dari Imam Hanafi dan sahabat-sahabatnya disebut juga zahir Al-Riwayah yang terdiri dari enam kitab :
a)      Kitab Al-Mabsud (buku yang terbentang).
b)      Kitab Al-jami’ As-Saghir (Himpunan Riwayat).
c)      Kitab Al-Jami’ Al-Kabir (Himpunan Lengkap).
d)      Kitab As-Sair Al-Kabir (Sejarah Lengkap).
e)       Kitab Az-Ziyyadah (Tambahan)
Pada awal ke-4 Hijriah ke enam buku ini dihimpun dan disusun menjadi satu oleh Imam Abdul Fadl Muhammad ibn Ahmad al-Marazi dengan nama “Al Kafi’ (yang memadai) yang kemudian diberi penjelsan oleh Imam Muhammad ibn Muhammad ibn Sahal as-Sarkhasi dengan nama “Al-Mabsuth” (yang menuai).
2)      Tingkat Al-Masa’il An-Nawazir (masalah tentang sesuatu yang diberikan sebagai nazar) yaitu kitab yang berisi masalah-masalah fiqh yang diriwayatkan oleh Abu Hanifah dan sahabat-sahabatnya dalam kitab selain zahir ar-riwayah.
3)      Tingkat al-Fatawa wa al-Waqi’at (fatwa-fatwa dalam permasalahan)yaitu kitab-kitab yang berisi masalah-masalah fiqh yang berasal dari istinbath (pengambilan hukum dan penetapannya) [26].
b.      Metode Istinbath Hukum Imam Abu Hanifah
Hasbiy Ash-Siddieqy mengutip pendapat Sahal Ibn Mujahim dalam menerangkan dasar-dasar Imam Abu Hanifah dalam menegakkan fiqihnya yaitu :
“Abu Hanifah memegangi riwayat orang-orang yang kepercayaan dan menjauhkan diri dari keburukan dan memperhatikan muamalat manusia dan adat serta ‘urf mereka itu, beliau memegangi Qiyas. Kalau tidak baik dalam suatu masalah didasarkan qiyas, beliau memegangi istihsan selama yang demikian itu dapat dilakukan, kalau tidak beliau berpegang kepada adat dan ‘urf [27]. Berdasarkan keterangan diatas metode istimbath hukum Imam Abu Hanifah didasarkan tujuh hal pokok yaitu:
1)      Al Quran, merupakan pilar utama syariat dan sumber dari segala sumber hukum.
2)       Sunnah, Imam Abu Hanifah sangat selektif dalam penerimaan hadis, dia hanya berpegang kepada keabsahan riwayat. Pada prinsipnya Abu Hanifah tidak menerima hadis Rasulullah SAW, kecuali jika diriwayatkan oleh sekelompok orang yang kolektif, atau para ahli fiqh sepakat mengamalkan.
3)      Perkataan Sahabat, Perkataan sahabat memperoleh posisi kuat dalam pandangan imam Abu Hanifah, karena menurutnya mereka adalah orang yang langsung membawa ajaran Rasulullah SAW sesudah beliau wafat, pengetahuan dan pernyataan keagamaan mereka lebih dekat kepada kebenaran, karena meraka tahu sebab-sebab turunnya ayat-ayat al Quran serta bagaimana kaitannya dengan hadis-hadis Rasulullah SAW.
4)       Qiyas
Karena Imam Abu Hanifah sangat selektif dalam penerimaan hadis, maka konsekunsinya logisnya sangat luas dalam pemakaian qiyas. Apabila suatu persoalan belum ada ketentuan hukumnya dalam al Quran dan sunnah dan perkataan sahabat, maka imam Abu Hanifah menggunakan qiyas sebagai salah satu metode penetapan hukum.
5)       Istihsan
6)      Adat yang telah berlaku di dalam masyarakat ummat islam [28].
3.      Karya-Karya dan Metode Istinbath Imam Malik
a.       Karya-Karya Imam Malik
Karya-karyanya yakni berupa kitab-kitab yang dikarang Imam Malik adalah:
1)      Kitab al- Muwaththa’, yang merupakan kitab yang dikarang Imam Malik dalam bentuk hadits-hadits Nabi yang berkaitan dengan masalah fiqh.
2)       Kitab al-Mudawwanah al-Kubra, yang merupakan kitab didalamnya termuat pendapat-pendapat Imam Malik seputar hukum Islam.
b.      Metode Istinbath Hukum Imam Malik
Abu Zahrah merumuskan secara ringkas sistematika sumber hukum mazhab maliki yang dijelaskan Qadi ‘Iyadh dalam kitab al-Madarik dan penjelasan Rasyid dari kalangan fuqaha’ Malikiyyah dalam kitab al- Bahjah. Sebagai berikut:
1)      Al-Kitab
2)      Al-Sunnah
3)      Amal Ahli Madinah
4)      Fatwa Shahabat
5)      Al-Qiyas
6)      Maslahah Mursalah
7)       Istihsan, dan
8)      Al- Dzari’ah [29].
Berikut ini akan penulis uraikan tentang penggunaan dalil dan istinbath hukum Imam Malik:
1)      Al-Kitab
Seperti halnya para Imam Mazhab yang lain, Imam Malik meletakkan al-Qur’an di atas semua dalil karena al-Qur’an merupakan pokok syari’at dan hujahnya. Imam Malik mengambil dari:
a)      Nas yang tegas yang tidak menerima takwil dan mengambil bentuk lahirnya.
b)      Mafhum muwafaqah atau fahwa al-khitab, yaitu hukum yang semakna dengan satu nas (al-Qur’an dan Hadits) yang hukum sama dengan yang disebutkan oleh nas itu sendiri secara tegas.
c)      Mafhum mukhalafah iaitu penetapan lawan hukum yang diambil dari dalil yang disebutkan dalam nas pada suatu yang tidak disebutkan dalam nas.
d)     ‘llat-‘illat hukum (sesuatu sebab yang menimbulkan adanya hukum).
2)      Al-Sunnah
Sunnah menduduki tempat kedua setelah al-Qur’an. Sunnah yang diambil oleh Imam Malik ialah:
a)      Sunnah Mutawatir
b)      Sunnah Masyur, baik kemasyurannya itu ditingkat tabi’in ataupun tabi’at tabi’in. Tingkat kemasyuran setelah generasi tersebut si atas tidak dapat dipertimbangkan.
c)      Khabar Ahad yang didahului atas praktek penduduk Madinah dan qiyas. Akan tetapi kadang-kadang khabar ahad itu bisa tertolak oleh qiyas dan maslahat.
3)       Amal Ahli Madinah.
Hal ini dipandang sebagai hujah, jika praktek itu benar-benar dinukilkan dari Nabi S.A.W. sehubungan dengan itu praktek penduduk Madinah yang dasarnya ra’yu bisa didahulukan atas khabar ahad.Imam Malik mencelah ahli fiqh yang tidak mau mengambil praktek peenduduk Madinah, bahkan menyalahi.
4)      Fatwa Sahabat.
Fatwa ini dipandang sebagai Hadits yang wajib dilaksanakan. Dalam kaitan ini Imam Malik mendahulukan Fatwa sebagai sahabat dalam soal manasik haji dan meninggalkan sebahagian yang lain, dengan alasan sahabat yang bersangkutan tidak melaksanakan karena hal ini tidak mungkin dilakukan tanpa adanya perintah dari Nabi S.A.W sementara itu, masalah manasik haji tidak mungkin bisa diketahui tanpa adanya penukilan langsung dari Nabi S.A.W. Imam Malik juga mengambil fatwa tabi’in besar, tetapi tidak disamakan kedudukannya dengan fatwa sahabat.
5)      Al-Qias
Imam Malik mengmbil Qias dalam pengertian umum yang merupakan penyamaan hukum perkara, yakni hukum perkara yang tidak ditegaskan dengan hukum yang ditegaskan. Hal ini disebabkan adanya persamaan sifat (‘illat hukum).
6)      Maslahah Mursalah
Maslahah al-mursalah, yaitu kemaslahatan yang keberadaannya tidak didukung syara’ dan tidak pula dibatalkan/ditolak syara’ melalui dalil yang rinci. Kemaslahatan dalam bentuk ini terbagi dua, yaitu:
a)      Al-Mashlahah al-gharibah, yaitu kemaslahatan yang asing, atau kemaslahatan yang sama sekali tidak ada dukungan dari syara’.
b)      Al-Mashlahah al-mursalah, yaitu kemaslahatan yang tidak didukung dalil syara’ atau nash yang rinci, tetapi didukung oleh sekumpulan makna nash (ayat atau hadits) [30].
4.      Karya-Karya dan Metode Istinbath Imam Malik
a.       Karya-Karya Imam Hanbali
Imam Ahmad ibn Hanbal selain seorang ahli megajar dan ahli mendidik, ia juga seorang pengarang. Ia mempunyai beberapa kitab yang telah disusun dan direncanakannya, yang isinya sangat berharga bagi masyarakat umat yang hidup sesudahnya. Di Antara kitab-kitabnya adalah sebagai berikut:
a.       Kitab al-Musnad
b.      Kitab Tafsir al-Qur’an
c.        Kitab al-Nasikh wa al-Mansukh
d.       Kitab al-Muqaddam wa al-Muakhkhar fi al-Qur’an
e.        Kitab Jawabat al-Qur’an
f.        Kitab al-Tarikh
g.       Kitab Manasik al-Kabir
h.       Kitab Manasik al-Shaghir
i.         Kitab Tha’at al-Rasul
j.         Kitab al-‘Illah
k.       Kitab al-Shalah [31]
l.         Kitab al-Zuhud
m.     Kitab al-Ra’du ‘Ala al-Jahmiah
n.       Kitab Hadits Syu’bah
o.       Kitab Nafyu al-Tasybih
p.      Kitab al-Shahabah.
b.       Metode Istinbath
Prinsip dasar kaidah istinbath hukum Mazhab Ahmad ibn Hanbal dalam menetapakan hukum adalah:
a.       Mengambil nash al-Quran atau Sunnah Nabi Muhammad
Mengambil nash al-Quran atau Sunnah Nabi Muhammad. Jika beliau menemukan nash dari al-Quran dan Sunnah, tidak mau melirik yang lainnya.
b.      Fatwa para sahabat Nabi SAW
Apabila ia tidak mendapatkan suatu nash yang jelas, baik dari al Qur’an maupun dari hadits shahih, maka ia menggunakan fatwa-fatwa dari para sahabat Nabi yang tidak ada perselisihan di kalangan mereka
c.       Fatwa pada sahabat Nabi yang timbul dalam perselisihan
Fatwa para sahabat Nabi yang timbul dalam perselisihan di antara mereka dan diambilnya yang lebih dekat kepada nash al-Quran dan Sunnah. Apabila Imam Ahmad tidak menemukan fatwa para sahabat Nabi yang disepakati sesama mereka, maka beliau menetapkan hokum dengan cara memilih dari fatwa-fatwa mereka yang ia pandang lebih dekat kepada al-Qur’an dan Sunnah.
d.      Qiyas
Apabila Imam Ahmad tidak mendapatkan nash dari yang sudah dijelaskan  di atas maka Imam Ahmad dalam menetapkan hukum menggunakan qiyash. Kadang-kadang Imam Ahmad pun menggunakan al-mashlahah al mursalah terutama dalam siyasah.[32]


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dalam pemaparan makalah diatas, dapat disimpulkan bahwa imam madzhab merupakan para imam – imam mujtahid yang menggali hukum – hukum baik dalam Al – Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad, serta Ijma’ dan juga Qiyas. Selain itu, dalam karya – karya yang muncul dari para imam madzhab sampai pada saat ini menjadi rujukan bagi umat muslim yang ingin mendalami ilmu agama, serta dapat mengetahui bagaimana hukum – hukum dalam melakukan suatu amalan maupun perbuatan. Dengan adanya pemikiran dari imam madzhab maka umat muslim mampu mengetahui aturan – aturan dasar dalam beragama serta yang terutama dalam masalah ibadah atau yang disebut dengan fiqh.

B.     Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih terdapat kesalahan – kesalahan yang belum diperbaiki oleh penulis. Untuk penulis sangat berterimakasih jikalau para pembaca memberikan kritik dan saran yang membangun guna membantu penulis dalam penulisan makalah selanjunya dapat menjadi lebih baik lagi.





















DAFTAR PUSTAKA
al-Minsyawi M.Shiddiq, 2007, 100 Tokoh Zuhud, Jakarta: Senayan Abdi
Publishing
asy-Shiddeqy Muhammad Hasbi, 1997, Pengantar Ilmu Fiqh,Semarang; Pustaka
Rizki Putra, Cet Ke-1
Ash-Shiddiqy M.Hasbie, Pengantar Hukum Islam, Jakarta : Bulan Bintang, th
Asy-Syurbasy Ahmad, 1992, Sejarah dan Biografi Empat Imam Madzhab, Alih
Bahasa Sabil Huda dan H.A Ahmadi, Jakarta: Bumi Aksara
Chalil Munawar, 1995 Biografi Empat Serangkai Imam Madzhab, Jakarta: Bulan
Bintang
Farid Syaikh Ahmad, 2006, 60 Biografi Ulama Salaf, cet. 1, Jakarta: Pustaka al-
Kautsar
Haroen Nasrun, 1996, Ushul fiqh I,Jakarta: Logos, Cet. Ke-I,
Syafi’I Imam, 1986,  Ar-Risalah, Terjem. Ahmadie Thaha, Jakarta: Pustaka
Firdaus
Syalthut Muhammad,2000, Fiqh Tujuh Mazhab,Bandung:CV Pustaka Setia,Cet. 1,
Yanggo Huzeamah Tahido, 1976, Pengantar Perbandingan Mazhab, Jakarta:
Logos,
Zulkayandri, 2008, Fiqh Muqaran, Program Pascasarjana UIN Suska Riau, Cet.
Ke-1,



[1]M.Shiddiq al-Minsyawi, 100 Tokoh Zuhud, (Jakarta: Senayan Abdi Publishing, 2007), hlm. 431.
[2]Huzeamah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Logos, 1976), hlm. 121.
[3]Munawar Chalil, Biografi Empat Serangkai Imam Madzhab, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), hlm. 260.
[4]Syaikh Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf, cet. 1, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), hlm. 355.
[5]Syaikh Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf, cet. 1, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), hlm.169.
[6] Munawar Chalil, Biografi Empat Serangkai Imam Madzhab, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), hlm. 84
[7]Huzaimah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Logos, 1997), Cet.Ke-1, hlm. 103.
[8]Moenawar Chalil, Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab, (Jakarta: Bulan Bintang, 1955), hlm. 250.
[9]Moenawar Chalil, Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab, hlm. 304.
[10]Munawar Chalil, Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab, hlm. 304
[11]Ahmad Asy-Syurbasy, Sejarah dan Biografi Empat Imam Madzhab, Alih Bahasa Sabil Huda dan H.A Ahmadi, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 149.

[13] Munawar Chalil, Biografi Empat Serangkai Imam Madzhab, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), hlm.86
[14] Muhammad Hasbi asy-Shiddeqy, Pengantar Ilmu Fiqh, (Semarang; Pustaka Rizki Putra,1997), Cet Ke-1, hlm. 120
[15] Huzaimah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Logos, 1997), Cet.Ke-1, hlm.104
[16]Syaikh Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf, cet. 1, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), hlm.104.
[17]Syaikh Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf, cet. 1, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), hlm.274.
[18]Huzaimah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Logos, 1997), Cet.Ke-1, hlm 138-139.    
[19]Muhammad Syalthut, Fiqh Tujuh Mazhab, (Bandung:CV Pustaka Setia, 2000), Cet. 1, hlm. 19.
[20]Syaikh Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf, Penerj. Masturi Irham, Asmu’I Taman, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), Cet. Ke-1, hlm. 459.
[21]Syaikh Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf, hlm. 459.
[22]Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Logos, 1997), Cet.Ke-1, hlm. 129.
[23]Imam Syafi’I, Ar-Risalah, Terjem. Ahmadie Thaha, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986), hlm. 224.
[24]Imam Syafi’I, Ar-Risalah, Terjem. Ahmadie Thaha, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986), hlm. 224.
[25]Imam Syafi’I, Ar-Risalah, Terjem. Ahmadie Thaha, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986), hlm. 224.

[26]Imam Syafi’I, Ar-Risalah, Terjem. Ahmadie Thaha, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986), hlm. 224.

[27]T.M.Hasbie Ash-Shiddiqy, Pengantar Hukum Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, th), hlm.100.
[28]Munawar Chalil, Biografi Empat Serangkai Imam Madzhab, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), hlm. 79.
[29]Zulkayandri, Fiqh Muqaran, (Program Pascasarjana UIN Suska Riau, 2008), Cet. Ke-1,
hlm.55-56.
[30]Nasrun Haroen, Ushul fiqh I, (Jakarta: Logos, 1996), Cet. Ke-I, hlm. 119.
[31] Huzeamah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Logos, 1976), hlm. 108
[32]Huzeamah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Logos, 1976), hlm. 143.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Dosen Pe...