BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Membaca al-Fatihah adalah salah satu rukun shalat. Jumlah ayatnya
adalah 7 ayat. Hal yang sangat penting bagi setiap muslim untuk mengetahui
surah ini secara detail. Karena surah ini adalah surah yang setidaknya dibaca
17 kali sehari semalam dalam shalat lima waktu. Karena shalat dianggap tidak
sah jika tidak membaca surah al-Fatihah.
Dalam
pelaksanaan ibadah, seringkali didapati banyak perbedaan, baik dari segi tata
caranya maupun penentuan rukun dan syaratnya. Ketika shalat berjamaah misalnya,
terkadang ada imam yang membaca dan mengeraskan bacaan Basmalah di permulaan
surah al-Fatihah dan surah al-Qur’an lainnya, namun terkadang ada imam yang
lain tidak terdengar membacanya. Apa yang mendasari dan menjadi hujjah bagi
masing-masing pendapat ulama?
Tulisan ini akan membahas beberapa pendapat dikalangan ulama
tentang membaca Basmalah yang kemudian dijadikan bahan rujukan dalam
pelaksanaan ibadah shalat. Sehingga dapat diketahui pendapat siapa saja yang
mewajibkan membaca Basmalah dalam al-Fatihah ketika shalat, dan pendapat siapa
saja yang tidak mewajibkan membacanya, disertai dengan dalil yang dijadikan
hujjah bagi masing-masing ulama.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
hukum membaca basmalah menurut Imam empat Madzhab?
2.
Bagaimana hukum
bacaan basmalah dalam sholat?
3.
Bagaimana
hukum makmum membaca Al-Fatihah ketika sholat?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui hukum membaca basmalah menurut Imam empat Madzhab.
2.
Untuk
mengetahui hukum bacaan basmalah dalam sholat.
3.
Untuk
mengetahui hukum makmum
membaca Al-Fatihah ketika sholat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hukum
Membaca Basmalah Menurut Imam Empat Madzhab
1. Madzhab
Malikiyah
Hukum membaca basmalah ialah makruh,
dalam shalat fardlu baik sir atau jahar. Lain halnya bila orang meniatkan
keluar dari khilafiyah pada waktu itu, maka dia hendaklah membacanya pada
permulaan surat Fatihah secara sir dan hukumnya mandub. Menjahrkannya, ialah
makruh. Haditsnya sebagai berikut :
قَالَ للهُ تَعَالَى : قَسَمْتُ
الصَّلاَةَ بَيْنِى وَ بَيْنَ عَبْدِى نِصْفَيْنِ. وَ
لِعَبْدِى مَا
سَأَلَ فَاِذَا قَالَ اْلعَبْدُ : الحَمْدُ
رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ ,قَالَ للهُ تَعَالَى :حمِدَنِى عَبْدِى. وَ اِذَا قَالَ : الرَّحمْنِ
الرَّحِيْمِ,
قَالَ للهُ تَعَالَى : اَثْنَى
عَلَيَّ عَبْدِى وَ اِذَ قَالَ : مَالِكِ
يَوْمِ الدِّيْنِ قَالَ: مَجَّدَنِى عَبْدِى ) وَقَاْلَ
مَرَّةً
: فَوَّضَ اِلَيَّ عَبْدِى (فَاِذَا قَالَ: اِياَ
كَ نَعْبُدُ
وَ اِيَّاكَ نَسْتَعِنُ, قَالَ: هذَا بَيْنِى وَ بَيْنَ عَبْدِى وَلَعَبْدِى مَا سَأَلَ. فَاِذَا قَالَ:
اِهْدِنَ الصِّرَاطَ
المُسْتَقِيْمَ صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ غْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَ لاَالضّالِّيْنَ قَالَ: هذَا لِعَبْدِى وَ لِعَبْدِى مَا سَأَلَ
Allah
Ta‟ala berfirman: Aku membagi Ash-Shalah (Al-Fatihah) antara-Ku dan antara
hambaku menjadi dua bagian, dan untuk hambaku akan mendapatkan apa-apa yang dia
minta. Maka apabila hamba mengucapkan Alhamdulillahirabbil‟alamiin, Allah
Ta‟ala menjawab: hambaku telah memujiku. Apabila ia mengucapkan Arrahman
Nirrahim Allah Ta‟ala menjawab: hambaku telah menyanjungku. Apabila ia
mengcapkan maalikiyaumiddiin Allah menjawab: hambaku telah mengAgungkanku dan
juga berfirman: hambaku berserah diri kepadaku. Apabila ia mengucapkan iyyakana’buduwaiyyakanasta’iin
Allah menjawab: ini adalah antara aku dan antara hambaku dan utuk hambaku akan
mendapatkan apa-apa yang ia minta. Dan apabila ia mengucapkan ihdinashiraatal
mustaqiim shiratalladzi naan‟am ta‟alaihim ghairil maghdhu bi‟alaihim waladhalin,
Allah menjawab: ini adalah untuk hambaku dan untuk hambaku akan mendapatkan
apa-apa yang mereka minta. (H.R. Muslim)[1]
Dalam
hadis yang lain dari Anas bin Malik yang diriwayatkan oleh Bukhari:
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ للهُ عَنْهُ اَنَّ النَّبِيَّ صَلّى للهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَ
اَباَ بَكْرٍ وَ
عُمَرَ كَانُوا
يَفْتَتِحُوْنَ الصَّلاَةَ بِالْحَمْدِ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Dari Anas r.a :
Bahwasanya nabi SAW, Abu Bakar dan Umar memulai shalat dengan alhamdulillāhi
Robbil ‘ālamīn.[2]
2. Madzhab
Hanabilah
Sedangkan dalam pandangan Al-Hanabilah, basmalah adalah
bagian dari surat Al-Fatihah, namun tidak dibaca secara keras (jahr),
cukup dibaca pelan saja (sirr). Bila kita perhatikan imam
Al-Masjidil Al-haram di Mekkah, tidak terdengar membaca basmalah, namun mereka
membacanya. Umumnya orang-orang disana bermazhab Hanbali.[3]
3. Madzhab
Syafi’iyah
Imam
Syafi ’i berpendapat bahwa Basmalah adalah salah satu ayat dari surat
Al-Fatihah, oleh karena itu wajib membacanya dalam shalat apabila membaca surah
al-Fatihah.[4]
Menurut pendapat beliau Basmalah termasuk surat Fatihah. Oleh sebab itu, hukum
membacanya ialah fardlu dan bukan sunnah. Hukumnya sama dengan membaca Fatihah,
baik dalam sir atau shalat jahar. Ia harus dibaca jahar dalam shalat jahar,
sebagaimana Fatihah dijaharkan. Siapa yang tidak membaca basmalah, maka
shalatnya batal.
Hadis
dari Ummu Salamah yang diriwayatkan oleh al-Hakim dan al-Baihaqi:
قالت: كان رسول الله صلي الله عليه وسلم يقرأ بسم الله
الرحمن الرحيم الحمد لله رب العالمين
Bahwasannya
Rasulullah SAW membaca bismillahirrohmanirrahiim, alhamdulillahirobbil’aalamin.[5]
Hadis yang diriwayatkan oleh al-Darul Quthni dari Ibn Aisyah ra:
عَنْ عَائِشَةَ , أَنَّ
رَسُولَ للهُ صَلَّى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " كَانَ
يَجْهَرُ بِ} بسم
الله الرحمن الرحيم] {الفاتحة:١[
Dari Aisyah,
bahwa Nabi SAW. Mengeraskan bacaan bismillahirrahmanirrahim pada surah
al-Fatihah ayat pertama.[6]
4. Madzhab
Hanafiyah
Menurut Imam
Hanafi, basmalah adalah bagian ayat dari setiap surat, yang letaknya di awal
surah, kecuali surat at-Taubah yang tanpa basmalah. Tapi merupakan ayat yang
berdiri sendiri dalam al-Quran yang berfungsi sebagai pemisah antara
surat-surat dan bukan bagian dari al-Fatihah. Begitu pula menurut Imam Ahmad
berkata: “Basmalah adalah ayat al-Quran yang terletak di awal surah al-Fatihah,
namun bukan merupakan ayat Al-Quran jika terletak di awal-awal surah selain
al-Fatihah”.
عَنْ اَنَسٍ قَالَ : بَيْنَا
رَسُوْلُ للهِ صَلَّى لله عَلَيْه وسلّم ذَا تَ يَوْمٍ بَيْنَ اَظْهُرِنَا
اِذْ اَغْفَى
اِغْفَاءَةً ثُمَّ رَفَعَ رّأْسَهُ مُتَبَسِّمًا. فَقُلْنَا : مَا
اَضْحَكَكَ يَا رَسُوْلَ للهِ . قَالَ : اُنْزِلَتْ
عَلَيَّ اَ نِفًا سُوْرَةُ فَقَرَأَ : بِسْمِ
للهِ الرَّحمْنِ الرَّحِيْمِ,
اِنَّا اَعْطَيْنَاكَ
اْلكَوْثَرَ, فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْهَرْ, اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الأَبْتَرُ
Dari Anas ia
berkata: pada suatu hari ketika Rasulullah berada di tengah-tengah kami,
tiba-tiba beliau tertidur sejenak lalu beliau mengangkat kepalanya sembari
tersenyum. Maka kami bertanya, Apa yang membuat engkau tersenyum yaa
Rasulullah? Beliau bersabda: baru saja diturunkan kepadaku sebuah surat, lalu
beliau membaca (yang artinya) Dengan menyebut asma Allah yang Maha Pengasih
Lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang
banyak maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah. Sesungguhnya
orang yang membenci kamu dialah yang terputus.[7]
B.
Hukum
Bacaan Basmalah dalam Sholat
1.
Basmalah Harus Dibaca
Dalam Shalat
Bagi pihak yang berpendapat bahwa basmalah
sebagai salah satu ayat dalam Al Fatihah konsekuensinya tentu adalah dengan
membacanya ketika shalat. Pendapat ini adalah pendapat kalangan Syafiiyah dan
Hanabilah. Basmalah harus (fardhu) dibaca dalam shalat secara jahr
pada shalat yang dibaca jahr. Dan dibaca secara sirri pada
shalat-shalat sirr. Sehingga batal bagi shalatnya bagi orang yang tidak
membacanya.[8]
Berkenaan dengan dibaca
jahr atau sirr, Syaikh Al-Albani memilih membacanya secara sirr,
karena hadis-hadis
yang menyebutkan pelafalan secara sirr, basmalah lebih kuat daripada
hadist-hadist yang menyebutkan pengucapan basmalah sambil mengeraskan suara.
Pendapat ini juga didukung oleh pendapat Ibnu Mas’ud yang diriwayatkan oleh
Ibnu Abi Syaibah dari Ibrahim An- Nakhmi:
قَالَ إِبْنُ مَسْعُودِ : أَرْبَعٌ يخفيهن التعودُ, والتسميةُ, والتأمينُ,
والتحمدُ الامام
Artinya: “Ibnu Mas’ud berkata:
empat yang dibaca ringan (sirr) oleh imam adalah At-ta’awudz, basmalah, amin,
dan tahmid.”[9]
2.
Basmalah Tidak Wajib Dibaca Dalam
Shalat
Bagi pihak yang berpendapat bahwa
basmalah bukan termasuk ayat dari surat al-Fatihah, konsekuensinya adalah tidak
membaca basmalah sama sekali dalam shalat. Bahkan Imam Malik menyatakan bahwa
ini makruh dilakukan baik pada shalat jahr maupun shalat sirr.[10]
Pendapat ini didasarkan dari dalil-dalil yang sudah dikemukakan di atas. Dan
hingga saat ini mayoritas imam-imam di masjid Nabawi memakai pendapat Imam
Malik ini.
3.
Boleh Membacanya, Boleh Juga Tidak
Ini adalah pendapat moderat yang
mengambil jalan pertengahan. Pendapat ini masyhur dari kalangan ulama
Hanafiyah. Menurut mereka boleh meninggalkan basmalah, karena menurut mereka
basmalah tidak termasuk bagian dari surat.[11]
Jikapun ingin membacanya, maka tidak mengapa karena menurut ahli qira’at,
itu juga merupakan bacaan yang diperkenankan.
C.
Hukum Makmum
Membaca Al-Fatihah Ketika Sholat
Membaca
surat Al-Fatihah adalah bagian dari rukun shalat yang disepakati semua ulama.
Imam dan orang yang shalat sendirian, tidak sah shalatnya bila tidak membaca
surat Al-Fatihah. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh 5 muhaddits berikut
ini:
Tidak
sah shalat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul Kitab (HR
Sittah)
Namun
bagaimana dengan makmum, adakah juga merupakan kewajiban (rukun) atasnya?
Ternyata dalam hal ini para ulama berbeda pendapat. Sebagian mewajibkannya dan
sebagian lain tidak mewajibkannya.
Sebab
perbedaan mereka karena adanya perbedaan dalil yang sama-sama shahih.
1.
Abu Hanifah
Beliau
berpendapat bahwa seorang makmum tidak wajib membaca surat Al-Fatihah secara
mutlak. Baik dalam shalat sirriyah maupun dalam shalat jahriyah.
Beliau mengatakan bahwa ketika seorang menjadi makmum, maka yang wajib membaca
surat Al-Fatihah adalah imam shalat. Dan bacaan imam menggugurkan kewajiban
makmum membaca surat Al-Fatihah.
Landasan
syar'i yang melatar-belakangi pendapat beliau adalah firman Allah SWT yang
memerintahkan kita untuk mendengarkan ketika Al-Quran dibacakan.
Bila
dibacakan Al-Quran, maka dengarkanlah dan perhatikanlah, semoga kamu
dirahmati. (QS Al-A'raf: 204).
Juga berlandaskan hadits nabi berikut ini:
Orang
yang shalat di belakang imam, maka bacaan imam menjadi bacaan aginya.
2.
Al-Malikyah
Dengan
adanya dua dalil yang berbeda, padahal sama-sama shahih, beliau berpendapat
bahwa membaca Al-Fatihah mandubah (disunnahkan) pada shalat sirriyah
(Dzhuhur atau Ashar). Namun makruh pada shalat jahriyah (Maghrib, Isya'
Shubuh, Jumat, tarawih, tahajjud, witir, dan lain-lain).
3.
Al-Hanabilah
Sedangkan
Al-Hanabilah berpendapat bahwa membaca Al-Fatihah mustahbbah (disukai)
pada shalat sirriyah (Dzhuhur atau Ashar). Juga pada saat imam diam pada
shalat jahriyah. Namun makruh pada shalat jahriyah, yaitu pada
saat imam sedang membaca Fatihah.
4.
As-Syafi'i
Berbeda
dengan pendapat di atas, Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah justru
ingin memadukan dua dalil yang diperdebatkan. Beliau mengatakan bahwa meski
sebagai makmum harus ikut imam, tetapi urusan baca surat Al-Fatihah tetap wajib
dan rukun. Tidak boleh ditinggalkan dan tidak cukup bacaan imam sebagai bacaan
bagi makmum. Namun kewajiban mendengarkan bacaan imam juga tidak bisa dinafikan
begitu saja. Sebab dalilnya qath'iyyuts-tsubut dan qath'iyud-dilalah.[12]
BAB III
KESIMPULAN
Menurut madzhab
Malikiyah hukum membaca basmalah ialah makruh, dalam shalat fardlu baik sir
atau jahar. Sedangkan dalam
pandangan Al-Hanabilah, basmalah adalah bagian dari
surat Al-Fatihah, namun tidak dibaca secara keras (jahr), cukup dibaca pelan saja (sirr).
Imam Syafi ’i berpendapat bahwa Basmalah adalah salah satu ayat
dari surat Al-Fatihah, oleh karena itu wajib membacanya dalam shalat apabila
membaca surah al-Fatihah. Sedangkan Menurut Imam Hanafi, basmalah adalah bagian
ayat dari setiap surat, yang letaknya di awal surah, kecuali surat at-Taubah
yang tanpa basmalah.
Sedangkan
dalam sholat, basmalah memiliki tiga hukum yaitu pertama basmalah harus dibaca dalam shalat. Pendapat ini adalah pendapat
kalangan Syafiiyah dan Hanabilah. Basmalah harus (fardhu) dibaca
dalam shalat secara jahr pada shalat yang dibaca jahr. Dan dibaca
secara sirri pada shalat-shalat sirr. Yang kedua, basmalah tidak
wajib dibaca dalam shalat Imam Malik menyatakan bahwa ini makruh dilakukan baik
pada shalat jahr maupun shalat sirr. Yang ketiga yaitu boleh
membacanya, boleh juga tidak Ini adalah pendapat moderat yang mengambil jalan
pertengahan. Pendapat ini masyhur dari kalangan ulama Hanafiyah.
Hukum makmum membaca Al-Fatihah
ketika sholat menurut imam madzhab yaitu menurut Abu
Hanifah berpendapat bahwa seorang makmum tidak wajib membaca surat Al-Fatihah
secara mutlak. Baik dalam shalat sirriyah maupun dalam
shalat jahriyah, Al-Malikyah beliau berpendapat bahwa membaca
Al-Fatihah mandubah (disunnahkan) pada shalat sirriyah
namun makruh pada shalat jahriyah, Sedangkan Al-Hanabilah berpendapat
bahwa membaca Al-Fatihah mustahbbah (disukai) pada shalat sirriyah
dan makruh pada shalat jahriyah, dan Al-Imam Asy-Syafi'i Beliau
mengatakan bahwa meski sebagai makmum harus ikut imam, tetapi urusan baca surat
Al-Fatihah tetap wajib dan rukun.
DAFTAR
PUSTAKA
Mansyur, Kahar.
2004. Salat Wajib Menurut Madzhab Yang Empat. Jakarta: PT Rineka Putra
Mughniyah, Muhammad
Jawad. 2009. Fiqih Lima Mazhab. Jakarta: Lentera
Azhari, Fathurrahman. 2015. Ikhtilaf Ulama
Tentang Kedudukan Basmalah Dalam Al-Fatihah Dibaca Ketika Shalat, SYARIAH Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 15, No. 2
http://www.rumahfiqih.com/x.php?id=1210958228&=bacaan-basmallah-di-timur-tengah-ada-yang-dikeraskan-dan-ada-juga-yang-tidak.html,
diakses 27 April 2018 pukul 13.49
http://www.rumahfiqih.com/x.php?id=1160977488#
diakses pada Senin, 30 April 2018 pukul 19.18
[1]Kahar Mansyur, Salat Wajib Menurut Madzhab Yang
Empat (Jakarta: PT Rineka Putra, 2004),
hlm. 277.
[2]Fathurrahman
Azhari, Ikhtilaf
Ulama Tentang Kedudukan Basmalah Dalam Al-Fatihah Dibaca Ketika
Shalat, SYARIAH Jurnal
Ilmu Hukum, Vol. 15, No. 2, 2015, hlm.
172
[3]http://www.rumahfiqih.com/x.php?id=1210958228&=bacaan-basmallah-di-timur-tengah-ada-yang-dikeraskan-dan-ada-juga-yang-tidak.html, diakses 27
April 2018 pukul 13.49
Tidak ada komentar:
Posting Komentar