Jumat, 05 Oktober 2018

Perbedaan Pendapat Tentang Do’a Qunut


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Qunut subuh merupakan polemik yang sering kita jumpai di masyarkaat muslim di dunia terutama di Indonesia, bahkan tidak jarang terjadi pertikaian sesama muslim hanya karena berselisih pendapat seputar qunut subuh.
Dalam permasalahan ini, ulama ahlus sunnah ada yang menetapkan hukum qunut subuh sunnah ab’ad ada pula yang mengatakan bahwa qunut subuh tidak disunnahkan atau suatu perkara yang tidak ada dasarnya dalam syariat. Hebatnya, kedua pendapat di atas masing-masing memiliki dalil yang menguatkan pendapatnya.
Oleh karena itu dalam makalah ini penulis mencoba untuk menjabarkan pendapat ulama yang membolehkan qunut subuh dan yang menolak qunut subuh beserta dalilnya masing-masing.
B.     Rumusana Masalah
1.      Apa pengertian Qunut?
2.      Bagaimana pendapat ulama seputar Qunut Subuh?
3.      Bagaimana dalil doa Qunut?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian Qunut.
2.      Untuk mengetahui pendapat ulama seputar Qunut Subuh.
3.      Untuk mengetahui dalil doa Qunut.





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Qunut
Qunut secara bahasa diambil dari fi’il tsulasyقَنَتَ-يَقْنُتُ” yang memiliki banyak arti di antaranya qunut berarti diam, ayat yang semakna dengan ini adalah firman Allah swt.,
حَافِظُواْ عَلَى الصَّلَوَاتِ والصَّلاَةِ الْوُسْطَى وَقُومُواْ لِلّهِ قَانِتِينَ
“Peliharalah semua shalat itu dan shalat Wusthā. Dan laksanakanlah (shalat) karena Allah dengan khusyuk (baca: diam). (Q.S. al-Baqarah: 238).
Qunut berarti berdiri lama, semakna dengan ini hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh sahabat Jabir bin Abdullah,
سُئِلَ رِسُوْلُ اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: أَيُّ الصَّلاَةِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: طُوْلُ الْقُنُوْتِ.
Rasulullah saw. pernah ditanya, “Bagaimanakah sholat yang paling utama?” Maka beliau menjawab, “Yaitu yang lama berdirinya.” (HR. Muslim)
Qunut berarti ta’at, berdasarkan firman Allah swt.,
وَمَرْيَمَ ابْنَتَ عِمْرَانَ الَّتِي أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا فِيهِ مِن رُّوحِنَا وَصَدَّقَتْ بِكَلِمَاتِ رَبِّهَا
 وَكُتُبِهِ وَكَانَتْ مِنَ الْقَانِتِينَ
“Dan (ingatlah) Maryam binti Imran yang memelihara kehormatannya, Maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan) Kami, dan Dia membenarkan kalimat Rabbnya dan Kitab-KitabNya, dan Dia adalah Termasuk orang-orang yang taat. (Q.S. at-Tahrim:12)
Qunut berarti dzikir, berdasarkan firman Allah swt.,
أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاء اللَّيْلِ سَاجِداً وَقَائِماً يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ
 “Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?" (Q.S. az-Zumar: 9)
Adapun pengertian qunut secara istilah adalah do’a dalam shalat. Al-Baji mengatakan bahwa qunut adalah do’a pada akhir shalat.[1]
Sedangkan menurut syara’, adalah: “Do’a tertentu yang dibaca dalam shalat dan masih dalam keadaan berdiri.”
Para ulama membagi do’a qunut menjadi 3 bagian, antara lain:
1.      Qunut Ash-Shubhi/ Al-Fajri adalah do’a qunut yang dibaca dalam shalat subuh.
2.      Qunut An-Nazilah adalah do’a qunut yang dibaca dalam keadaan di mana Islam atau orang Islam sedang mendapatkan cobaan atau musibah.
3.      Qunut Al-Witri adalah do’a qunut yang dibaca dalam shalat witir.[2]
Asbabul wurud qunut
Sebab-sebab qunut ini, dapat dipahami dari hadist-hadist yang menjelaskan terjadinya musibah yang sangat mencekam pada suatu kaum akibat pertikaian dan pembunuhan antara golongan. Yaitu yang terkenal dengan pembunuhan antara bani Salim dengan bani Amir di lembah Bir al-Ma’unah. Dari kejadian inilah Nabi Muhammad Saw melakukan qunut (Nazilah). Ada juga qunut yang dimunajatkan Nabi saw yang di khususkan kepada orang-orang mukmin yang sangat lemah dan mengutuk kepada orang kafir quraisy, banyak hadis yang menjelaskan kejadian secara yang dirasa berat dan sulit diatasi, maka nabi berdoa qunut dalam shalatnya.
Beberapa kitab yang mengungkap sebeb-sebab turunya hadis qunut, di antaranya adalah syarah-syarah kitab sunan dan asbabul wurud, ternyata kebanyakan hanya menerangkan tentang terjadinya qunut di sebabkan adanya kejadian (Nazilah) yang di sebut dengan qunut nazilah. [3]
     
B.     Pendapat Empat Imam Madzhab Tentang Qunut
1.      Imam Syafi’i
Do’a Qunut merupakan salah satu sunah ab’ad shalat, maka apabila seseorang meninggalkan seluruhnya atau sebagianya, atau tidak membaca sholawat kepada Rasulullah setelah qunut hendaklah sujud sahwi. Menurut Imam Syafi’i do’a qunut dilakukan setelah rukuk dan dianjurkan untuk mengangkat kedua tangan.[4]
Ketahuilah bahwa qunut didalam shalat subuh hukumnya sunnah berdasarkan para hadits shahih. Anas meriwayatkan bahwa Rasulullah senantiasa membaca doa qunut di dalam sholat subuh sampai akhir hayatnya. (diriwayatkan oleh Al Hakim Abu Abdillah didalam kitab Arba’in).

2.      Imam Hanafi
Madzhab Hanafiyah mengatakan bahwa hukum qunut pada sholat subuh adalah tidak disyariatkan (ghoiru masyru’). Menurut madzhab ini, pada awalnya rasulullah telah melaksanakan qunut akan tetapi kemudian telah dinasakh (dihapuskan) hukumnya. Berdasarkan dalil berikut yang artinya: “ dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah SAW melakukan qunut selama sebulan kemudian meninggalkannya.” (HR. Ahmad). Al Imam Abu Hanifah tegas mengatakan bahwa qunut pada sholat subuh itu hukumnya bid’ah. Dari kalangan sahabat Nabi Muhammad pun terdapat yang membid’ahkan juga seperti Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, dan Abu Darda’. [5]
3.      Imam Hambali
Hambaliyah berpendapat bahwa doa qunut adalah sunah dalam sholat witir pada rokaat pertama sepanjang tahun, dilakukan setelah ruku’, sebagaimana as Syafi’i dalam sholat witir pada bulan Ramadhan. Akan tetapi, qunut dalam sholat subuh ataupun lainnya tidak di
4.      Imam Maliki
Madzhab ini menyebutkan bahwa hukum qunut pada sholat subuh adalah mustahab (disukai) dan fadhilah (lebih utama). Namun dalam pandangan madzhab ini, do’a qunut dibaca dengan bacaan sir (lirih) tanpa bersuara. Dan ketika membaca qunut tidak perlu mengangkat kedua tangan serta dilakukan sebelum rukuk. Terdapat hadist Nabi bahwa “Rasulullah Saw tetap melekukan Qunut shalat fajar hingga meninggal dunia.” (HR. Ahmad dan Baihaqi).
C.    Dalil Qunut
Sesungguhnya membaca qunut di dalam sholat subuh adalah permasalahan cabang ilmu fiqih. Dan hendaknya kaum muslimin tidak menjadi berselisih dan bermusuhan karenanya. Para ulama ahli fiqih telah berbeda pendapat dalam masalah ini.
1.      Yang membolehkan qunut subuh
Ulama yang membolehkan qunut subuh adalah para ulama dari kalangan Malikiyah dan Syafi’iyah. Termasuk di antaranya Ibnu Abi Laili, al-Hasan bin Shalih yang diriwatkan dari Abu Musa al-Asy’ary, Ibnu Abas, dan Abu Bakar.
Imam an-Nawawi berkata, “ketahuilah! Bahwasannya qunut itu disyariatkan kepada kita didalam sholat subuh, dan hukumnya adalah Sunnah muakad (Sunnah yang dikuatkan). Hal itu didasarkan pada hadist yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik ra.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: «مَا زَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ
حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا
Dari Anas bin Malik berkata, “Rasulullah saw. senantiasa melakukan qunut pada shalat subuh sampai Beliau meninggalkan dunia”
Para ulama madzhab Syafi’i berpendapat bahwa apabila seseorang meninggalkan qunut  maka sholatnya sah tetapi ia harus melakukan sujud sahwi, baik ia meninggalkan qunut secara sengaja maupun tidak.
Adapun tempat pelaksannan qunut adalah setelah ruku’ pada rekaat yang kedua. Apabila ia melakukan qunut sebelum ruku’ maka tidak dihitung sebagai qunut. Ia diwajibkan untuk mengulang kembali qunutnya setelah ia melakukan ruku’, kemudian melakukan sujud sahwi sebelum mengucapkan salam (al-mausuu’ah al-fiqhiyyah al-quwaytiyyah).[6]
Telah diriwayatkan beberapa perkataan para sahabat dan tabi’in mengenai qunut didalam subuh. Diantaranya perkataan Ali bin Ziyad yang mengatakan wajibnya melakukan qunut didalam sholat subuh. Ia mengatakan “barang siapa yang meninggalkan qunut subuh maka sholatnya tidak sah”. Imam Abdul Wahab al-Baghdadi mengatakan, diriwayatkan dari Abi Roja al-‘Athoridi, beliau berkata, “qunut subuh itu setelah ruku’.
Sesungguhnya pendapat para ulama yang bermadzhab Syafi’i yang dianggap paling kuat dalam masalah ini. Adapun dalil-dalil yang dijadikan sebagai sandaran adalah hadits Anas bin Malik, “bahwa Rasulullah SAW tetap melakukan qunut subuh sampai akhir hayatnya”. Anas pernah ditanya oleh seseorang “apakah nabi melakukan qunut ketika sholat subuh?”, iya menjawab “iya”. “Sebelum ruku’ atau setelah ruku’?”, iya menjawab “setelah ruku”. (HR. Muslim, Abu Dawud).[7]
2.      Yang tidak membolehkan qunut subuh
Ulama yang tidak memperbolehkan yaitu madzhab golongan Hanafi, Hambali, Ibnul Mubarak, Tsauri dan Ishak. Qunut dalam sholat subuh itu tidak disyariatkan kecuali apbila terjadi bahaya. Dan kalu terjadi bahaya itu, maka bukan hanya dalam sholat subuh saja disunatkan berqunut tapi juga dalam semua sholat fardhu.
Diriwayatkan oleh Ahmad, Nasa’i dan Turmudzi yang menganggapnya sebagai hadits sohih dari Abu Malik al Asyjai, katanya:
عن سعد بن طارق الأشجعي قال: قلت لأبي: يا أبي إنك قد صليت خلف رسول الله
–صلى الله عليه وسلم- وأبي بكر وعمر وعثمان وعلي فكانوا يقنتون في الفجر؟ أي بني محدث"
“Dari Saad bin Thariq al-Asyja’iy berkata, “Aku bertanya kepada bapakku: ‘Wahai bapak! Sesungguhnya engkau pernah shalat di belakang Rasulullah saw. Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Apakah mereka qunut pada shalat Subuh?’ Beliau menjawab: ‘Tidak benar wahai anakku! Itu perkaara baru.”
Juga dari Ibnu Hibban, Al Khatib dan Ibnu Khuzaimah dan dianggapnya sebagai hadits hasan, dari Anas:
“Nabi SAW itu tidak pernah berqunut dalam sholat subuh kecuali bila untuk mendoakan kebaikan atau kebinasaan sesuatu kaum.”
Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari ibnu Mas’ud, Ibnu Umar, Ibnu Abas, Inmu Zubair dan kholifah-kholifah yang tiga (Abu Bakar, Umar dan Utsman) bahwa beliau-beliau semua tidak ada yang berqunut dalam sholat subuh.[8]

BAB III
KESIMPULAN

Qunut secara bahasa diambil dari fi’il tsulasyقَنَتَ-يَقْنُتُ” yang memiliki banyak arti di antaranya qunut berarti diam, berdiri lama,taat dan dzikir, Adapun pengertian qunut secara istilah adalah do’a dalam shalat. Al-Baji mengatakan bahwa qunut adalah do’a pada akhir shalat.
Pendapat ulama tentang qunut subuh ada yang membolehkan dan ada yang tidak membolehkan. Yang membolehkan yaitu madzhab Syafi’i dan madzhab Maliki. Hal ini adas dasar:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: «مَا زَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ حَتَّى
 فَارَقَ الدُّنْيَا
Dari Anas bin Malik berkata, “Rasulullah saw. senantiasa melakukan qunut pada shalat subuh sampai Beliau meninggalkan dunia”
Ulama yang tidak memperbolehkan yaitu madzhab golongan Hanafi, Hambali, Ibnul Mubarak, Tsauri dan Ishak. Qunut dalam sholat subuh itu tidak disyariatkan kecuali apbila terjadi bahaya. Dan kalu terjadi bahaya itu, maka bukan hanya dalam sholat subuh saja disunatkan berqunut tapi juga dalam semua sholat fardhu.










DAFTAR PUSTAKA


ad-Dimasyqi, Al Allamah Muhammad bin Abdurrahman. 2014. Fiqih 4 Madzhab, terj. ‘Abdullah Zaki Alkaf. Bandung: Hasyimi.  
https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=hukum+bacaan+qunut&oq=#d=gs_qabs&p=&u=%23p%3DvKeZYupq6olJ
Jum’ah, Ali. 2014. Fiqih Rahmatan Lil Alamin Menjawab Problematika Umat. Yogyakarta: CV. Pustaka Ilmu Group.
Muslih, Muhammad Hanif. 1996. Kesahihan Dalil Qunut Menurut Syariat Islam. Semarang: Ar-Ridha.
Sayid, Sabiq. 1982. Fikih Sunnah. Bandung: PT Al Ma’arif.  
Al-Zuhaili, Wahabah. 2004. Fiqh Sholat Kajian Berbagai Madzhab. Bandung: Pustaka Media Utama
Http://fadilmahmud.blogspot.co.id/2014/12/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html?m=1


[1]https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=hukum+bacaan+qunut&oq=#d=gs_qabs&p=&u=%23p%3DvKeZYupq6olJ
[2]Muhammad Hanif Muslih, Kesahihan Dalil Qunut Menurut Syariat Islam, (Semarang: AR-RIDHA, 1996), hlm. 7-9.
[3]http://fadilmahmud.blogspot.co.id/2014/12/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html?m=1

[4]Wahabah Al-Zuhaili, Fiqh Sholat Kajian Berbagai Madzhab, (Bandung: Pustaka Media Utama, 2004), hlm. 343.
[5]Al Allamah Muhammad bin Abdurrahman ad-Dimasyqi, Fiqih 4 Madzhab, terj. ‘Abdullah Zaki Alkaf, Bandung: Hasyimi, 2014), hlm. 61.  
[6]Ali Jum’ah, Fiqih Rahmatan Lil Alamin Menjawab Problematika Umat, Yogyakarta: CV. Pustaka Ilmu Group, 2014, hlm. 296-297.
[7]Ibid., hlm. 298
[8]Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Bandung: PT Al Ma’arif, 1982, Cet. III, hal. 43.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Dosen Pe...