Pendekatan - Pendekatan dalam
Pengembangan Kurikulum PAI di Sekolah / Madrasah
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah:
Pengembangan Kurikulum
Kelas D
Dosen Pengampu Dr. Mukh. Nursikin,
M.S.I.,M.Pd
.
Disusun oleh :
1.
Sri Mulyani (23010-15-0041)
2.
Ahmad Faqihuddin Siroj (23010-15-0138)
3.
Suprihatin (23010-15-0360)
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI SALATIGA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikulum merupakan suatu alat yang dipakai untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan
kesesuainya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian sesuai dengan jenis dan jenjang
masing-masing kesatuan pendidikan. sesuai denganketentuan tersebut, perlu
ditambahkan bahwa pendidikan nasional berakar pada kebudayaan nasional dan
pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
Kurikulum dalam
hal ini membutuhkan landasan yang kuat agar dapat dikemban oleh sekolah. Namun
pada realitanya kurikulum dibuat sesuai standar kompetensi dasar dan standar
nasional yang dibuat dan ditetapkan pemerintah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian dari pendekatan ?
2. Pendekatan - Pendekatan apa saja dalam Pengembangan Kurikulum PAI?
3. Bagaimana Strategi Pembelajanya ?
C. Tujuan
1. Supaya mengetahui arti dari pendeketan.
2. Supaya paham akan macam-macam pendekatan dalam
pengembangan kurikulum PAI.
3. Supaya mengerti strategi pembelajaran yang
digunakan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pendekatan
Pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan
strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan
yang sistematis agar memperoleh kurikulum yang lebih baik.
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau
sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu. Istilah pendekatan
merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih
sangat umum. Dengan demikian, pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada
titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan
kurikulum.
Di dalam teori kurikulum setidak-tidaknya terdapat
empat pendekatan yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum; yaitu:
pendekatan subjek akademis; pendekatan humanistis; pendekatan teknologis; dan
pendekatan rekontruksi sosial.
Ditinjau dari tipologi-tipologi filsafat pendidikan
Islam sebagaimana uraian sebelumnya, maka tipologi perennial-esensialis salafi
dan perennial-esensialis mazhabi lebih cenderung kepada pendekatan subjek
akademis dan dalam beberapa hal juga pendekatan teknologis. Demikian pula,
tipologi perennial-esensialis kontektual falsitikatif juga cenderung
menggunakan pendekaran subjek akademis dan dalam beberapa hal lebih
berorientasi pada pendekatan teknologis dan pendekatan humanistis. Tipologi
modernis lebih berorientasi pada pendekatan humanistis. Sedangkan tipologi
rekonstruksi sosial lebih berorientasi pada pendekatan rekonstruksi sosial.[1]
B.
Pendekatan-Pendekatan Dalam Pengembangan
Kurikulum PAI
1.
Pendekatan Subjek Akademis
Kurikulum disajikan dalam bagian-bagian ilmu
pengetahuan, mata pelajaran yang di intregasikan. Ciri-ciri ini berhubungan
dengan maksud, metode, organisasi dan evaluasi.
Pendekatan subjek akademis dalam menyusun kurikulum
atau program pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu masing-masing.[2] Para
ahli akademis terus mencoba mengembangkan sebuah kurikulum yang akan melengkapi
peserta didik untuk masuk ke dunia pengetahuan, dengan konsep dasar dan metode
untuk mengamati, hubungan antara sesama, analisis data, dan penarikan
kesimpulan. Pengembangan kurikulum subjek akademis dilakukan dengan cara
menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/mata kuliah apa yang harus dipelajari
peserta didik, yang diperlukan untuk persiapan pengembangan disiplin ilmu.
Pendidikan agama Islam di sekolah meliputi aspek
Al-quran/Hadist, keimanan, akhlak, ibadah/muamalah, dan tarih/ sejarah umat
Islam. Di madrasah, aspek-aspek tersebut dijadikan sub-sub mata pelajaran PAI
meliputi : Al-quran Hadits, Fiqih, Aqidah Akhlaq, dan sejarah.
Kelemahan pendekatan ini adalah kegagalan dalam
memberikan perhatian kepada yang lainnya, dan melihat bagaimana isi dan
disiplin dapat membawa mereka pada permasalahan kehidupan modern yang kompleks,
yang tidak dapat dijawab oleh hanya satu ilmu saja.
2.
Pendekatan Humanistis
Pendekatan Humanistis dalam pengembangan kurikulum
bertolak dari ide "memanusiakan manusia". Penciptaan konteks yang
akan memberi peluang manusia untuk menjadi lebih human, untuk mempertinggi harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar
teori, dasar evaluasi dan dasar pengembangan program pendidikan.[3]
Kurikulum Humanistis dikembangkan oleh para ahli
pendidikan Humanistis. Kurikulum ini berdasarkan konsep aliran pendidikan
pribadi yaitu John Dewey. Aliran ini lebih memberikan tempat utama kepada
siswa. Kurikulum Humanistis ini, guru diharapkan dapat membangun
hubunganemosional yang baik dengan peserta didiknya. Oleh karena itu,
peran guru yang diharapkan adalah sebagai berikut:
a)
Mendengar pandangan realitas peserta didik secara
komprehensif.
b)
Menghormati individu peserta didik.
c)
Tampil
alamiah, otentik, tidak dibuat-buat
Dalam pendekatan Humanistis ini, peserta didik diajar
untuk membedakan hasil
berdasarkan maknanya. Kurikulum ini melihat kegiatan sebagai sebuah manfaat
untuk peserta dimasa depan. Sesuai dengan prinsip yang dianut, kurikulum ini
menekankan integritas, yaitu kesatuan perilaku bukan saja yang bersifat
intelektual tetapi juga emosional dan tindakan. Beberapa acuan dalam
kurikulum ini antara lain:
a)
Integrasi semua domain afeksi peserta didik, yaitu
emosi, sikap, nilai-nilai, dan domain kognisi, yaitu kemampuan dan pengetahuan.
b)
Kesadaran dan kepentingan.
c)
Respon terhadap ukuran tertentu, seperti kedalaman
suatu keterampilan.
Kurikulum Humanistis memiliki kelemahan, antara
lain:
a) Keterlibatan
emosional tidak selamanya berdampak positif bagi perkembangan individual
peserta didik.
b) Meskipun kurikulum
ini sangat menekankan individu tapi kenyataannya terdapat keseragaman peserta
didik.
c)
Kurikulum ini kurang memperhatikan kebutuhan
masyarakat secara keseluruhan.
d)
Dalam kurikulum ini prisip-prinsip psikologis yang ada
kurang terhubungkan.
3.
Pendekatan Teknologis
Pendekatan teknologi dalam menyusun kurikulum agama
islam bertolak dari analisis kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan
tugas-tugas tertentu. Materi yang diajarkan, kriteria evaluasi sukses, dan
strategi belajarnya ditetapkan sesuai dengan analisis tugas (job analysis)
tersebut. Kurikulum berbasis kompetensi yang sedang digalakkan disekolah/
madrasah termasuk dalam kategori pendekatan teknologis.[4]
Dalam pengembangan kurikulum PAI, pendekatan tersebut
hanya bisa digunakan untuk pembelajaran PAI yang menekankan pada know
how cara menjalankan tugas-tugas tertentu. Misalnya cara menjalankan
shalat, haji, puasa, zakat, mengkafani mayat, shalat jenazah dan seterusnya.
Pembelajaran dikatakan menggunakan pendekatan
teknologis, bilamana ia menggunakan pendekatan sistem dalam menganalisis
masalah belajar, merencanakan, mengelola, melaksanakan dan menilainya, Di
samping itu, pendekatan teknologis ingin mengejar kemanfaatan tertentu,
sehingga proses dan rencana produknya (hasilnya) diprogram sedemikian rupa,
agar pencapaian hasil pembelajaranya (tujuan) dapat dievaluasi dan diukur
dengan jelas dan terkontrol. Dari rencana proses pembelajaran sampai mencapai
hasil tersebut diharapkan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Pendekatan teknologis ini sudah barang tentu memiliki
keterbatasan-keterbatasan, antara lain: ia terbatas pada hal-hal yang bisa
dirancang sebelumnya, baik yang menyangkut proses pembelajaran maupun
produknya. Karena adanya keterbatasan tersebut, maka dalam pembelajaran
pendidikan agama islam tidak selamanya dapat menggunakan pendekatan teknologis.
Jika dalam sebuah pembelajaran PAI menyangkut perencanaan dan proses bisa
dengan pendekatan teknologis akan tetapi ketika harus mengevaluasi tentang
keimanan peserta didik atas materi rukun iman misalnya, maka pendekatan
teknologis tidak bisa digunakan, karena evaluasi ini sulit untuk diukur.
Berikut contoh pendekatan teknologis dalam
pengembangan kurikulum PAI. Sebagaiman tertuang dalam kurikulum:
a.
Standar kompetensi: Mampu mempraktikkan wudlu dan
mengenal shalat fardhu.
b.
Kompetensi dasar: Melaksanakan wudlu.
c.
Hasil belajar:
1) Mampu menjelaskan
tatacara wudlu.
2) Mampu menghafal niat wudlu.
3) Mampu menyebutkan
sunah-sunah wudlu.
4) Mampu mempraktikan
wudlu.
4.
Pendekatan Rekrontruksi
Sosial
Kurikulum ini sangat memperhatikan hubungan kurikulum
dengan sosial masyarakat dan politik perkembangan ekonomi. Kurikulum ini
bertujuan untuk menghadapkan peserta didik pada berbagai permasalahan manusia
dan kemanusian. Permasalahan yang muncul tidak harus pengetahuan sosial saja,
tetapi di setiap disiplin ilmu termasuk ekonomi, kimia, matematika dan
lain-lain. Kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional.
Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama.
Melalui interaksi ini siswa berusaha memecahkan problema-problema yang
dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan masyrakat yang lebih baik.
Pembelajaran yang dilakukan dalam kurikulum
rekonstruksi sosial harus memenuhi 3 kriteria berikut, yaitu: nyata,
membutuhkan tindakan dan harus mengajarkan nilai. Evaluasi dalam kurikulum
rekontruksi sosial mencakup spektrum luas, yaitu kemampuan peserta
didik dalam menyampaikan permasalahan, kemungkinan pemecahan masalah,
pendefinisian kembali pandangan mereka dan kemauan mengambil tindakan.
5.
Pendekatan Berorientasi pada
Tujuan
Pendekatan ini menempatkan rumusan atau penempatan
tujuan yang hendak dicapai dalam posisi sentral, sebab tujuan adalah pemberi
arah dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.
Kelebihan pendekatan pengembangan kurikulum yang
berorientasi pada tujuan adalah:
a.
Tujuan yang ingin dicapai jelas bagi penyusun
kurikulum.
b.
Tujuan yang jelas akan memberikan arah yang jelas pula
dalam menetapkan materipelajaran, metode, jenis kegiatan dan alat yang
dipergunakan untuk mencapai tujuan.
c.
Tujuan-tujuan yang jelas itu juga akan memberikan arah
dalam mengadakan penilaian terhadap hasil yang dicapai.
d.
Hasil penelitian yang terarah itu akan membantu
penyusun kurikulum di dalam mengadakan perbaikan-perbaikan yang diperlukan.[5]
6.
Pendekatan Akuntabilitas (Accountability)
Accountability atau pertanggung jawaban lembaga pendidikan tentang pelaksanaan
tugasnya kepada masyarakat akhir-akhir ini menjadi hal yang penting dalam dunia
pendidikan. Akuntabilitas yang sistematis pertama kali diperkenalkan Frederick
Tylor dalam bidang industri pada permulaan abad ini. Pendekatannya yang dikenal
sebagai scientific management atau manajemen ilmiah,
menetapkan tugas-tugas spesifik yang harus diselesaikan pekerja dalam waktu
tertentu. Tiap pekerja bertanggung jawab atas penyelesaian tugas itu.
BAB III
PENUTUP
A. Analisis
Pengembangan suatu pendekatan yang mencakup elemen elemen
kurikulum dengan jelas tapi ringkas. Dalam pengembangan kurikulum itu dititik
beratkan pada pendekatan pengembangan kurikulum yang rasional, khususnya pada
kebutuhan untuk kurikulum baru yang muncul dariperubahan situasi. Audery dan
Howard Nichols berpendapat bahwa”change should be planned and introduced on a
rational and valid this according and logicalprocess and this has not been the
casein the vast majority of change that have already taken place”.
Pengembangan kurikulum dengan mengambil elemen-elemen
secara tegas, konteks, dan situasi dimana keputusan kurikulum dibuat harus
dipertimbangkan secara mendetail dan serius. Analisis situasi ini menjadi
langkah awal yang membuat pengembang kurikulum memahami faktor yang akan
dikembangkan. Pada awal langkah kurikulum kelas dibuat harus ada analisis situasi. Mengenai materi Al Qur’an yang
disampaikan dalam kegiatan belajar mengajar. Kemudian langkah selanjutnya
seleksi tujuan, langkah ini mengandung pengertian bahwa setiap materi yang
diajarkan memiliki tujuan yang dicapai. Dalam silabus tujuan dituangkan dalam
standart kompetensi dan kompetensi dasar. Semua itu dapat dilihat dalam
indikator-indikator yang telah ditentuan dan dalam perilaku setiap individu
siswa.
B. Kesimpulan
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau
sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu. Istilah pendekatan
merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih
sangat umum. Dengan demikian, pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada
titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan
kurikulum.
Pendekatan-pendekatan dalam Pengembangan
Kurikulum PAI di antaranya yaitu pendekatan subjek akademi, pendekatan humanistis, pendekatan teknologis, pendekatan rekrontruksi sosial, pendekatan berorientasi pada tujuan, pendekatan dengan pola organisasi bahan, pendekatan akuntabilitas.
C. Saran
Penulis menyadari bahwa
masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca. Agar, penulisan
makalah ini dapat menjadi lebih baik dan bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Muhaimin.2009. Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi..Jakarta:
PT. Rajawali Pers.
Sanjaya, Wina. 2010. Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan), Jakarta: PT. Kencana.
Subandijah. 1993. Pengembangan dan Inovasi
Kurikulum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
[1]Muhaimin, Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, Jakarta:PT Rajawali
Pers, 2009, hlm.139-14
[2]Wina Sanjaya, Kurikulum
dan Pembelajaran (Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan), Jakarta: Kencana, 2010, hlm.77
[5]Subandijah., Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 1993, hlm.28
Tidak ada komentar:
Posting Komentar