Jumat, 05 Oktober 2018

Pendidikan Islam Masa Penjajahan Jepang


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Kekuasaan pemerintah kolonial Belanda berakhir pada tanggal 8 Maret 1942 mereka menyerah kepada militer kerajaan Jepang. Kemenangan tentara Jepang itu ditandai dengan penyerahan tanpa syarat oleh panglima tentara Hindia Belanda (Letnan Ter Poerten) bersama Gubernur Jendral pemerintah kolonial Belanda (Tjarda Van Starkenborgh Stachouwer) kepada pimpinan angkatan perang Jepang (Letnan Jendral Hitoshi Imamora) pada tanggal 2 Maret 1942 di Kalijati.
Jepang menyerbu Indonesia karena kekayaan negeri ini yang sangat besar artinya bagi kelangsungan perang Pasifik dan sesuai pula dengan cita-cita politik ekspansinya. Dibalik itu, mereka mempropagandakan semboyan Hakko Ichiu atau semboyan “kemakmuran bersama Asia Timur Raya”. Mereka menyatakan bahwa mereka berjuang mati-matian melakukan “perang suci” (melawan sekutu) demi kemakmuran bersama AsiaTimur Raya dan Jepang sebagai pemimpinnya. Dalam konsep Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya tersebut, Jepang akan menjadi pusat kendali atas delapan wilayah yakni:  Manchuria, daratan Cina, kepuluan Muangtai, Malaysia, Indonesia dan Asia Rusia. Namun demikian tujuan pendudukan militer Jepang lama kelamaan menjadi penindasan. Ada dua kebijakan pemerintah pendudukan militer Jepang yakni menghapuskan semua pengaruh Barat di Indonesia melalui “pen-Jepang-an” dan memobilisasi segala kekuatan dan sumber yang adauntuk mencapai kemenangan perang Asia Timur Raya.
Maka tidak ada pilihan lain kecuali Jepang harus menang di setiap medan pertempuran. Dengan demikian seluruh kebijakan pemerintah Jepang termasuk kebijakan dalam dunia pendidikanpun pada dasarnya semata hanya untuk mendukung terwujudnya impian besar tersebut. Namun demikian bukan berarti kebijakan tersebut tidak ada dampak pisitifnya bagi masyarakat Indonesia, justru masyarakat Indonesia terutama umat Islam bisa mengambil keuntungan besar dari kebijakan-kebijakan Jepang tersebut.
Pendidikan Islam agak terhambat akibat tekanan tentara Jepang, dibawah ancaman bayonet tiap hari seluruh bangsa Indonesia , tidak terkecuali umat Islam, harus menundukkan kepalanya dengan cara menghadap ke arah Timur Laut untuk menghormati Tenno Heika sebagai putra dewa Amaterasu Umikami. Banyak umat Islam yang menentang perlakuan Jepang ini, namun tidak berhasil, akibatnya banyak bangsa Indonesia yang patah lehernya, karena “bagero” tetapi batinnya tetap bertauhid kepada Allah SWT.

B.  Rumusan Masalah
1.    Bagaimana kondisi pendidikan di Indonesia pada masa penjajahan Jepang?
2.    Bagaimana kebijakan Jepang terhadap agama Islam?
3.    Bagaimana pengaruh kebijakan Jepang terhadap agama Islam?
C.  Tujuan
1.    Mengetahui kondisi pendidikan di Indonesia pada masa penjajahan Jepang.
2.    Mengetahui kebijakan Jepang terhadap agama Islam.
3.    Mengetahui pengaruh kebijakan Jepang terhadap agama Islam.


BAB II
PEMBAHASAN
A.  Kondisi Pendidikan Pada Masa Penjajahan Jepang
Sistem pendidikan Belanda yang selama ini berkembang di Indonesia, semuanya diganti oleh bangsa Jepang sesuai dengan sisitem pendidikan yang berorientasi kepada kepentingan perang. Tidak mengherankan bahwa segala komponen sistem pendidikannya ditujukan untuk kepentingan perang.
Pendidikan Islam zaman penjajahan Jepang dimulai pada tahun 1942-1945, sebab bukan hanya Belanda saja yang mencoba berkuasa di Indonesia. Dalam perang pasifik (perang dunia ke II), Jepang memenangkan peperangan pada tahun 1942 berhasil merebut Indonesia dari kekuasaan Belanda. Perpindahan kekuasaan ini terjadi ketika kolonial Belanda menyerah tanpa sayarat kepada sekutu. Penjajahan Jepang di Indonesia mempunyai konsep hokko ichiu (kemakmuran bersama asia raya) dengan semboyan asaia untuk asia.31 Jepang mengumumkan rencana mendirikan lingkungan kemakmuran bersama asia timur raya pada tahun 1940. Jepang akan menjadi pusat lingkungan pengaruh atas delapan daerah yakni: manchuria, daratan cina, kepuluan muangtai, malaysia, Indonesia, dan asia rusia. Lingkungan kemakmuran ini disebut dengan hakko I chi-u (delapan benang dibawah satu atap).
Dengan konteks sejarah dunia yang menuntut dukungan militer kuat, Jepang mengelola pendidikan di Indonesia pun tidak bisa dilepaskan dari kepentingan ini. Sehingga dapat dikatakan bahwa sistem pendidikan di masa pendudukan Jepang sangat dipengaruhi motif untuk mendukung kemenangan militer dalam peperangan pasifik.
Setelah Februari 1942 menyerang Sumatera Selatan, Jepang selanjutnya menyerang Jawa dan akhirnya memaksa Belanda menyerah pada Maret 1942. Sejak itulah Jepang kemudian menerapkan beberapa kebijakan terkait pendidikan yang memiliki implikasi luas terutama bagi sistem pendidikan di era kemerdekaan. Hal-hal tersebut antara lain:
1.    Dijadikannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar pendidikan menggantikan Bahasa Belanda
2.    Adanya integrasi sistem pendidikan dengan dihapuskannya sistem pendidikan berdasarkan kelas sosial di era penjajahan Belanda.[1]
B.  Kebijakan Jepang Terhadap Agama Islam
Jepang menjajah Indonesia setélah mengusir pemerintah Hindia Belanda dalam perang dunia ke-II. Merekà meguasai Indonesia pada tahun 1942, dengan membawa semboyan Asia Timur Raya untuk Asia dan semboyan Asia Baru. Pada babak pertamanya pernerintah Jepang menampakkan diri seakan-akan membela kepentingan IsIam, yang merupakan suatu siasat untuk kepentingan Perang Dunia ke II. Untuk mendekati umat Islam Indonesia, mereka menempuh kebijaksanaan antara lain:
1.        Kantor Urusan Agama yang pada zaman Belanda disebut: Kantoor Voor Islamistische Saken yang dipimpin oleh orang-orang Orientalisten Belanda, diubah oleh Jepang menjadi Kantor Sumubi yang dipimpin oleh ulama Islam sendiri yaitu K.H.Hasyim Asy’ari dan Jombang dan di daerah-daerah dibentuk Sumuka.
2.        Pondok pesantren yang besar-besar sering mendapat kunjungan dan bantuan dari pembesar-pembesar Jepang.
3.        Sekolah negeri diberi pelajaran budipekerti yang isinya identik dengan ajaran agama.
4.        Di samping itu Pemerintah Jepang mengizinkan pembentukan barisan Hisbullah untuk memberikan latihan dasar kemiliteran bagi pemuda Islam. Barisan ini dipimpin oleh K.H. Zainul Arifin.
5.        Pemerintah Jepang mengizinkan berdirinya sekolah tinggi Islam di Jakarta yang dipimpin oleh K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakir dan Bung Hatta.
6.        Para ulama Islam bekerjasama dengan pemimpin-pemimpin nasionalis diizinkan membentuk barisan Pembela Tanah Air (PETA). Tokoh-tokoh santri dan pemuda Islam ikut latihan dasar militer itu, antara lain: Sudirman, Abd. Khaliq Hasyim, Iskandar Sulaiman, Yunus Anis, Aruji Kartawinata, Kasman Singodimejo, Mulyadi Joyomartono, Wahib Wahab, Sarbini, Saiful Islam dan lain-lain. Tentara Pembela Tanah Air inilah yang menjadi inti dari TNI sekarang.
7.        Umat Islam diizinkan meneruskan organisasi persatuan yang disebut Majlis Islam Ala Indonesia (MIAI) yang bersifat kemasyarakatan.[2]
            Maksud dari pemerintah Jepang adalah supaya kekuatan umat Islam dan nasionalis dapat dibina untuk kepentingan perang Asia Timur Raya yang dipimpin oleh Jepang.
            Perang Dunia ke II menghebat dan tekanan pihak sekutu kepada Jepang makin berat. Beberapa tahun menjelang berakhirnya perang itu tampak semakin jelas betapa beratnya Jepang menghadapi musuh dari luar dan oposisi dari rakyat Indonesia sendiri. Dari segi militer dan sosial politik Indonesia, Jepang menampakkan diri sebagai penjajah yang sewenang-wènang dan lebih kasar daripada penjajah Belanda. Kekayaan bumi Indonesia dikumpulkan secara paksa untuk membiaya perang Asia Timur Raya, sehingga rakyat menderita kelaparan dan hampir  telanjang karena kekurangan pakaian. Di samping itu rakyat dikerahkan kerja keras (romusha) untuk kepentingan perang.
            Jepang membentuk badan-badan pertahanan rakyat seperti Haihoo, Peta, Keibodan, Seinan dan lain sebagainya, sehingga penderitaan rakyat lahir dan batin makin tak tertahankan lagi. Maka timbullah pemberontakan-pemberontakan baik dari golongan Peta di Blitar, Jawa Timur dan lain-lain maupun oposisi dari para alim ulama. Banyak Kyai yang ditangkap dan dipenjarakan oleh Jepang.
            Dunia pendidikan secara umum terbengkalai, karena murid-murid sekolah tiap hari hanya disuruh gerak badan, baris berbaris, bekerja bakti (romusha), bernyanyi dan lain sebagainya. Yang masih agak beruntung adalah madrasah-madrasah yang berada dalam lingkungan pondok pesantren yang bebas dari pengawasan langsung pemerintah Jepang. Pendidikan dalam pondok pesantren masih dapat berjalan dengan agak wajar.[3]
C.  Pengaruh Kebijakan Jepang Terhadap Agama Islam
Lepas dari tujuan semula Jepang memfasilitasi berbagai aktivitas kaum muslimin ketika itu, nyatanya hal ini membantu perkembangan Islam dan keadaan umatnya setelah tercapainya kemerdekaan.Kepercayaan jepang ini dimanfaatkan juga oleh umat Islam untuk bagkit memberontak melawan jepang sendiri. Pada tanggal 8 juli 1945 berdirilah sekolah tinggi Islam di Jakarta. Kalau ditinjau dari segi pendidikan zaman jepang umat Islam mempunya kesempatan yang banyak untuk memajukan pendidikan Islam, sehingga tanpa disadari oleh jepang sendiri bahwa umat Islam sudah cukup mempunyai potensi untuk maju dalam bidang pendidikan ataupun perlawanan kepada penjajah. Sistem pendidikan pada masa pendudukan Jepang itu kemudian dapat diikhtisarkan sebagai berikut: (1) Pendidikan Dasar (Kokumin Gakko / Sekolah Rakyat). Lama studi 6 tahun. Termasuk SR adalah Sekolah Pertama yang merupakan konversi nama dari Sekolah dasar 3 atau 5 tahun bagi pribumi di masa Hindia Belanda. (2) Pendidikan Lanjutan. Terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (Sekolah Menengah Tinggi) juga dengan lama studi 3 tahun. (3) Pendidikan Kejuruan. Mencakup sekolah lanjutan bersifat vokasional antara lain di bidang pertukangan, pelayaran, pendidikan, teknik, dan pertanian. (4) Pendidikan Tinggi
Di sini beberapa tujauan pendidikan Islam ketika zaman penjajahan antara lain:
1.      Azaz tujuan muhamadiyah: mewujudkan masyarakat Islam yang sebenarnya dan azaz perjuangan dakwah Islamiyyah dan amar ma’ruf nahi Munkar
2.      INS (Indonesische Nadelanshe School) dipelopori oleh Muhammad syafi’i (1899-1969) bertuan memdidik anak untuk berpikir rasional, mendidik anak agar bekerja sungguh-sungguh, membentuk manusia yang berwatak dan menanam persatuan.
3.      Tujuan Nahdlatul Ulama’, sebelum menjadi partai politik memgang teguh mahzab empat, disamping mejadi kemaslahatan umat Islam itu sendiri.[4]



[1] Muhammad Sabarudin, Pola dan Kebijakan Pendidikan Islam Masa Awal dan Sebelum Kemerdekaan (Jurnal Tarbiya Volume: 1 No: 1 - 2015), Hlm. 155
[2]Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Cet. II ( Jakarta: Bumi Aksara, 1986), hlm. 151
[3] Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Cet. XIII ( Jakarta: Bumi Aksara, 2015), hlm. 152
[4] Muhammad Sabarudin, Op. Cit, hlm. 156

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Dosen Pe...